Advertorial
Intisari-Online.com - Pada bulan November 1964 Presiden Soekarno (Bung Karno) dijadwalkan mengunjungi negara yang hingga kini masing sangat tertutup Korea Utara.
Kunjungan atas undangan pemimpin Korut saat itu, Kim Il Sung, merupakan kunjungan kenegaraan yang istimewa dan rombongan Bung Karno direncanakan akan mendarat di Pyongyang menggunakan pesawat kepresidenan Jet Star.
Tapi kunjungan Bung Karno ke Korut itu ternyata tidak mudah terutama dari sisi keselamatan penerbangan.
Maklum setelah Perang Korea (1950-1953) sebagai negara tertutup pada tahun 1964 fasilitas yang dimiliki bandara di Pyongyang masih sangat minim.
(Baca juga: Kisah Kerajaan Mataram: Kalau Bapak dan Anak Jatuh Cinta Pada Wanita yang Sama)
Misalnya tidak ada radar moderen atau sistem GPS pemandu pendaratan yang bisa melacak keberadaan pesawat dan kemudian memandunya untuk mendarat.
Untuk mengantisipasi kemungkinan yang bisa berakibat fatal itu dua personel Paspampres, yakni Kolonel Maulwi Saelan selaku Wakil Komandan Paspmpres dan stafnya, Mayor Elbram dikirim terlebih dahulu ke Korut sebagai tim aju (advance team).
Sebelum berangkat ke Korut Maulwi menyuruh Elbram membekali dengan radio pemancar dan piringan berisi lagu-lagu Indonesia yang nanti akan digunakan sebagai alat untuk memandu pendaratan pesawat .
Ketika Maulwi dan Elbram sudah tiba di Korut dan melakukan survei atas bandara Pyongyang, fasilitas yang tersedia untuk memandu pendaratan pesawat memang masih minim.
Untuk mengatasi masalah itu, Maulwi pun memerintahkan Elbram untuk mengaktifkan radio pemancar sehingga gelombang siarannya bisa ditangkap oleh radio yang berada di pesawat kepresidenan yang akan mendarat di Pyongyang.
Ketika pesawat kepresidenan Bung Karno sudah tiba di Korut, awalnya Kapten Pilot memang mengalami kesulitan untuk mencari posisi bandara di Pyongyang.
Tapi berkat siaran radio pemancar yang diaktifkan Maulwi dan Elbram yang saat itu memutar lagu –lagu kebangsaan RI serta berhasil ditangkap oleh radio pesawat kepresidenan, Kapten Pilot pun mendapatkan panduannya.
Caranya Kapten Pilot akan mengarahkan pesawatnya menuju suara gelombang radio yang makin keras karena makin keras suara radio berarti posisi bandara Pyongyang makin mudah ditemukan secara visual.
Berkat pemancar radio darurat yang disiarkan oleh dua personel Paspampres itu, pesawat kepresidenan Bung Karno bisa mendarat secara selamat dan lancar.
(Baca juga: Kisah Raja Mataram yang Gemar Menghukum Musuhnya dengan Tangan Sendiri)