Find Us On Social Media :

Tradisi Tiwah: Saat Tulang Belulang Diangkat dari Liang Kubur untuk Dicuci dan ‘Dilumasi'

By Ade Sulaeman, Sabtu, 13 Januari 2018 | 16:00 WIB

Bawaan yang disebut laluhan ini terdiri atas berbagai keperluan pesta, mulai dari hewan kurban, berkuintal-kuintal beras, berpeti-peti arak, dan juga uang, yang ditempelkan pada batang-batang lidi dan dibuat semacam karangan bunga.

Tamu macam ini diterima dengan upacara penyambutan khusus,  lengkap dengan tarian serta musik gamelan dan kenong.

Sudah jadi tradisi orang Ngaju untuk saling membantu dalam melaksanakan tiwah. Namun, bantuan ini tidak diberikan begitu saja. Mereka yang pernah menerima laluhan saat mereka melaksanakan tiwah, harus membayarnya kembali dalam bentuk dan jumlah yang persis sama pada saat si pemberi bantuan melaksanakan pesta yang sama di masa mendatang.

Karena itu, bisa saja laluhan dibawa bukan oleh tamu yang akan memberi bantuan, tapi justru oleh mereka yang mau membayar utang. Makin besar bantuan yang pernah mereka terima, makin besar pula laluhan yang harus dibayar.

Pesta tiwah terakhir

Penduduk Teluk Nyatu sudah sibuk menyiapkan pesta tiwah mereka sejak pertengahan tahun lalu. Panitia dibentuk, izin diurus, sumbangan dikumpulkan. Rupanya mereka bertekad melaksanakan pesta penghormatan terakhir pada kerabat yang sudah mati ini dengan sebaik dan semeriah mungkin.

Hari-hari terakhir sebelum dimulainya pesta yang berlangsung sebulan penuh ini kerepotan pun makin menjadi. Hewan kurban mulai ditangkap atau dibeli. Juga segala  keperluan logistik lainnya.

Makanan dan minuman dalam jumlah yang melimpah bukan sekadar disiapkan untuk menjamu para tamu dan kerabat yang akan hadir, tapi juga demi membahagiakan para arwah yang akan  ditiwahkan.

Segala yang dibeli dan dimakan selama tiwah tak akan sia-sia. Karena sari patinya pada akhirnya akan dibawa sebagai bekal oleh arwah kerabat mereka dalam perjalanannya ke surga.

Di tengah halaman di muka rumah bakas tiwah – pelaksana  utama pesta tiwah — didirikan sangkai iaya, tiangtiang bambu dihiasi bendera-bendera merah-putih kecil.

Tiang-tiang ini ditancapkan di tanah, membentuk lingkaran yang makin melebar ke atas. Di dekatnya juga dibangun dua altar kecil dari bambu, tempat meletakkan sesajen bagi para jin dan dewa.

Di sekitar sangkai raya inilah sebagian besar kegiatan tiwah dilakukan, mulai dari upacara pemberian sesajen bagi para dewa dan roh halus, menganjan - menari untuk menghormati para dewa - , sampai upacara menyambut rombongan tamu.