Find Us On Social Media :

Tradisi Tiwah: Saat Tulang Belulang Diangkat dari Liang Kubur untuk Dicuci dan ‘Dilumasi'

By Ade Sulaeman, Sabtu, 13 Januari 2018 | 16:00 WIB

Intisari-Online.com – Di samping tukang hanteran, ulama Kaharingan lain yang juga banyak berperan selama pesta tiwah adalah para basir alias pendeta.

Dalam setiap upacara mereka bertugas melakukan balian, menyanyikan lagu-lagu suci yang diiringi sejenis gendang yang disebut katambung.

Mereka selalu menjalankan tugasnya dalam tim yang terdiri atas lima, tujuh atau sembilan orang. Pesta tiwah di Teluk Nyatu menggunakan tujuh orang basir, yang khusus didatangkan dari berbagai desa tetangga.

Makin banyak basir yang dipakai, makin baiklah pesta tiwah. Dalam melakukan balian, basir yang duduk di tengah berperan sebagai imam, yang segala nyanyiannya harus diikuti oleh para basir penggapit yang duduk di kiri-kanannya.

(Baca juga: ‘Acar Kelingking’, Persembahan Anggota Yakuza untuk para 'Bapak' Sebagai Tanda Kesetiaan)

Para basir boleh dikatakan bekerja sebulan penuh, sejak awal sampai hari terakhir pesta tiwah. Mereka melakukan balian hampir setiap hari, siang, sore atau malam hari, di tiap-tiap rumah peserta tiwah.

Melalui nyanyian-nyanyian suci, yang dibawakan dalam bahasa sangiang – bahasanya para dewa - yang tak bisa dipahami sembarang orang, para basir menyiapkan para arwah untuk berangkat ke surga.

Secara gaib mereka juga menyiapkan segala bekal yang akan dibawa serta memberi tahu rencana kedatangan para arwah pada keluarga masing-masing yang sudah terlebih dulu tinggal di surga.

Para basir ini pulalah yang menyiapkan rumah di surga, lengkap dengan segala isinya, bagi para arwah yang akan ditiwahkan.

Tantu dibedaki

Seperti tukang hanteran, selama pesta tiwah para basir juga diperlakukan istimewa oleh para peserta tiwah. Mereka dihadiahi pakaian yang bagus, diberi gelang manik-manik dan uang logam kuno yang langka, serta dihadiahi omas dan barang-barang lain.

Setiap menghadiri upacara di rumah-rumah peserta tiwah, para tamu, tak pandang laki-laki atau wanita, juga diperlakukan istimewa. Bukan sekadar makanan dan minuman yang didapat, tapi juga berbagai penghormatan khas Ngaju lainnya.