Find Us On Social Media :

Tradisi Tiwah: Pesta Mengantar Arwah ke Surga Agar Tak Tersesat

By Ade Sulaeman, Sabtu, 13 Januari 2018 | 15:45 WIB

Tiwah bukan sekadar upacara keagamaan. la juga sebuah bentuk keriaan yang paling besar dan kolosal yang dikenal orang Ngaju.

Pesta untuk para arwah ini tak bisa ditandingi oleh pesta perkawinan yang paling mewah sekalipun. Orang Ngaju yang tinggal di rantau boleh saja tak pulang kampung jika ada kerabatnya yang kawin, tapi ia pasti pulang untuk tiwah.

Para penjudi juga berpesta

Bukan hanya kaum kerabat dan undangan saja yang datang menghadiri pesta yang jadi rukun iman pertama pemeluk agama Hindu Kaharingan ini.

Ribuan pengunjung biasa juga berdatangan dari berbagai pelosok, terutama di hari puncak acara. Mereka ini termasuk para penjudi dan bandar judi, yang sengaja datang untuk mengadu nasib dengan dadu atau kartu remi.

Perjudian sudah jadi tradisi yang melengkapi pesta tiwah. Karena itu, selama masa pesta pihak kepolisian biasanya memberi izin khusus untuk melakukan kegiatan yang sebenarnya terlarang ini.

Disamping itu, setiap malam juga diselenggarakan pesta, lengkap dengan acara minum arak dan menari bersama.

Walau tiwah berkaitan dengan soal kematian, sedikit pun tak ada suasana duka dalam pelaksanaannya. Soalnya, tiwah bukan upacara kematian biasa, tapi upacara kematian khusus untuk mengantar para arwah ke surga.

Perjalanan ke surga tentu saja bukan hal yang patut diratapi, tapi justru harus disyukuri. Karena itu, tiwah bukan disebut upacara, tapi pesta, dan diselenggarakan dalam suasana penuh suka cita.

Menunggu 20 tahun sebelum masuk surga

Kuburan ternyata tak selalu berarti tempat peristirahatan terakhir. Menurut aturan agama Kaharingan, agama asli orang Ngaju, kuburan di mana orang ditanam begitu setelah ia mati masih merupakan "rumah" sementara.

Setelah beberapa tahun - atau bisa juga lebih lama lagi - tulang-belulang yang tersisa baru akan dipindahkan ke dalam sandung, yang menjadi tempat peristirahatan terakhir yang sesungguhnya.