Find Us On Social Media :

Tradisi Tiwah: Pesta Mengantar Arwah ke Surga Agar Tak Tersesat

By Ade Sulaeman, Sabtu, 13 Januari 2018 | 15:45 WIB

Kalau mengikuti kebiasaan lama, harus ada tumbal manusia dalam pendirian mausoleum Dayak ini.

(Baca juga: Anak Miliarder Ini Disuruh Ayahnya Jadi Orang Miskin, Hanya Dibekali Uang Rp100 Ribu)

Di masa yang lalu orang yang dikurbankan adalah budak si mati sendiri, yang harus menyertai tuannya pergi ke alam baka.

Namun, rupanya kebiasaan ini sudah lama ditinggalkan.

Mungkin sejak akhir abad yang lalu, setelah diadakan perjanjian di antara para kepala suku Dayak untuk tidak lagi saling memerangi dan mengayau.

Masuknya ajaran Kristen ke pedalaman Kalimantan Tengah boleh jadi juga telah ikut mempercepat pupusnya tradisi ini.

Pesta tiwah, rukun iman pertama

Dalam bukunya tentang agama orang Ngaju, Hans Scharer, petugas zending dan antropolog Jerman yang pernah lama bertugas di Kalteng, mengatakan pesta tiwah sebenarnya merupakan manifestasi dari  pandangan hidup orang Ngaju dan mitos mereka tentang penciptaan jagad raya.

Orang Ngaju menganggap kematian sebagai suatu hal yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan alam semesta.

Terganggunya keselarasan alam ini, lebih lanjut, menyebabkan seluruh masyarakat berada dalam ancaman bencana.

Untuk menghindarinya, keseimbangan jagad raya harus dipulihkan dengan menyelenggrakan pesta tiwah.