Untuk menegaskan penemuannya itu, para peneliti membuat model komputer dari kura-kura tersebut. Model tersebut lalu direkontruksi dan diubah dalam bentuk 3D.
“Kemampuan untuk cepat berbalik memungkinkan kura-kura terhindar dari bahaya kematian,” ujar ahli ekologi Dr. Ylenia Chiari dari University of South Alabama, AS.
Kura-kura raksasa menjadi salah satu fauna ikonik dari kupulauan unik, Galapagos.
Kura-kura ini mewakili satu dari dua kelompok kura-kura yang tersisa di dunia—kelompok lainnya berada di Atol Aldabra di Samudra Hindia.
(Baca juga: Lucu Sekaligus Kasihan! Burung Kormoran dari Pulau Galapagos Ini Sudah Lupa Cara Terbang)
(Baca juga: Revolusioner! Operasi Ini Berhasil ‘Memperbaiki’ Janin di Luar Tubuh Ibunya)
Para ilmuwan percaya, kura-kura raksasa sam pai di Galapagos 2 – 3 juta tahun yang lalu setelah hanyut terbawa makanan mereka sendiri dari pesisir Amerika Selatan.
Sebelum datang kura-kura raksasa, para ilmuwan yakin sudah ada binatang raksasa di kepulauan tersebut.
Mula-mula terkumpul di pulau-pulau paling timur di Espanola dan San Cristobal, kura-kura ini kemudian menyebar ke seluruh kepulauan. Seiring waktu, penyebaran ini membentuk setidaknya 15 populasi terpisah di sepuluh pulau terbesar.
Kura-kura kubah cenderung berukuran lebih besar tapi tidak punya celah lebar di bagian depan cangkang—berbeda dengan kura-kura pelana.
Celah lebar pada kura-kura pelana, menurut para ilmuwan, muncul sebagai respon terhadap kurangnya makanan yang tersedia selama musim kering.
Untuk mencapai makanan yang lebih tinggi, kura-kura itu harus bekerja lebih keras. Nah, lama kelamaan, upaya keras itu, selain membuat lehernya sedikit lebih panjang, juga menciptakan celah lebar di bagian depan cangkang.