Find Us On Social Media :

Menjadi Abdi Dalem, Demi Mendapatkan Berkah atau Memburu Gelar Kebangsawanan?

By Ade Sulaeman, Selasa, 14 November 2017 | 18:00 WIB

Salah satu alasan utama mengapa seseorang ingin menjadi abdi dalem adalah karena kedudukan ini juga memberikan hak kepadanya untuk menyandang gelar kebangsawanan, meski hanya gelar-gelar peringkat bawah, seperti mas atau raden mas.

Namun demikian, prestasi dan lamanya masa pengabdian bisa mengangkat seorang abdi ke tingkat keningratan yang cukup tinggi dan berhak atas gelar seperti kanjeng raden tumenggung.

"Para abdi dalem memang bukan bekerja untuk uang, tapi untuk mendapatkan gelar," tutur Gusti Purboyo, seperti yang diakui oleh beberapa abdi dalem yang sempat ditemui saat mereka sedang bertugas caos (piket) di gardu-gardu penjagaan keraton.

R.Ry. (Raden Riyo) Cokrodirjo (72), misalnya, menyatakan bahwa sebagai abdi dalem ia merasa memiliki kewibawaan dan dihormati oleh orang-orang di sekitarnya.

Mungkin karena itulah ia tetap betah melakoni pekerjaan ini, yang sudah di mulainya sejak enam puluh tahun yang lalu, sejak masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VIII.

Seribu orang

Menurut Rudayawan Umar Kayam, bagi orang Jawa, raja bukanlah manusia biasa. Ia adalah penjelmaan Yang Maha Kuasa di muka bumi dan sekaligus menjadi pusat dunia. Sebagai manusia luhur, seorang raja bukan saja memiliki kekuasaan, tapi juga memiliki kemampuan untuk mengayomi dan memberkahi segenap rakyatnya.

Karena itu, hubungan raja-rakyat dalam kebudayaan Jawa juga memiliki dimensi spiritual. Rakyat meyakini bahwa raja, dan segala hal yang berhubungan dengannya, adalah keramat dan  patut dimuliakan.

Bukannya bohong kalau ada berita orang memperebutkan sisa air cucian kereta kencana Sri Sultan untuk diminum karena dianggap dapat membawa berkah.

Banyak yang tak dapat memahami mengapa di abad yang serba canggih ini masih ada orang yang mau menjadi abdi dalem. Padahal, bagi yang bersangkutan, menjadi abdi dalem malah dianggap pekerjaan yang terhormat, karena memberinya kemungkinan berada dalam lingkungan keraton yang menjadi teritorium raja.

"Menjadi abdi dalem 'kan berarti bisa dekat dengan raja, dengan pusat dunia. Ini dianggap suatu privelese," kata Umar Kayam.

Memang bukan hanya gelar yang diharap para abdi dalem dari raja mereka, tapi juga berkah. Baik itu berupa ketenangan batin maupun keberuntungan.

"Saya ini mengharap berkah dalem (berkah raja, Red.). Jadi abdi dalem, meski gajinya kecil, tapi hati ini kok ya tentrem," R.Bk. (Raden Bekel) Cintopawoko, seorang abdi dalem lain, menjelaskan sambil tetap bersila menjaga salah satu sudut Keraton Yogyakarta.

"Sejak saya ngabdi di sini empat belas tahun yang lalu, panen saya selalu baik; anak-anak sekolahnya juga maju," tambah laki-laki setengah baya ini, yang mengaku menjadi abdi keraton berdasarkan ilham dalam mimpi, yang didapat setelah berziarah ke makam orang tuanya.

Hasrat warga masyarakat untuk mengabdi pada raja, khususnya di Keraton Yogyakarta,  ternyata tak memudar. Buktinya, lebih dari seribu abdi dalem masih setia melayani Sri Sultan dan keluarganya.

"Yang melamar  menjadi magang juga selalu ada. Baik orang tua maupun yang masih muda-muda," kata petugas keraton yang mengurus penerimaan abdi dalem baru.

Apa tujuan sebenarnya dari para pelamar ini, belumlah jelas benar. Boleh jadi mereka ingin memburu gelar kebangsawanan atau mengharap berkah raja. Tapi mungkin juga sekadar agar tak menganggur. Maklum, pekerjaan kini makin sulit dicari.

(Ditulis oleh Muljawan Karim. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 1987)