Find Us On Social Media :

Mulai dari Pattimura Hingga Tan Malaka, Inilah para Pahlawan Tanpa Makam di Indonesia

By Ade Sulaeman, Jumat, 10 November 2017 | 13:45 WIB

Hal ini menimpa Oto Iskandar di Nata, tokoh Sunda yang diculik pada akhir tahun 1945. Oto adalah tokoh pertama yang hilang pasca kemerdekaan, saat itu ia menjabat Menteri Negara. Kasus ini baru disidangkan di pengadilan 14 tahun kemudian (1959).

Pelakunya beberapa orang, sudah meninggal, yang masih hidup tinggal Mujitaba yang dijatuhi hukuman 15 tahun. Pembunuhan itu diakui dilakukan di Pantai Mauk, Tangerang dan jenazahnya dibuang ke laut.

Namun di dalam sidang pengadilan tidak terungkap siapa yang menyuruh Mujitaba. Prijana Abdurrasyid (kini Prof. Dr) yang menjadi jaksa dalam persidangan itu meminta tambahan waktu sidang untuk mengungkap dalang penculikan itu, tetapi usulannya tidak dikabulkan.

Jadi lagi-  lagi pelaku lapangan yang tertangkap atau dihukum tetapi aktor intelektualnya tidak tersentuh.

Pemerintah Jawa Barat membangun sebuah taman makam pahlawan di Taman Pasir, Lembang, untuk menghormati jasa Oto Iskandar di Nata. Pada batu nisan tertulis Otoiskandardinata, lahir 31-3-1887, wafat 19-12-1945.

Tanggal itu sebetulnya merupakan perkiraan, karena waktu meninggalnya tidak diketahui dengan pasti. Lagi pula dalam taman pahlawan yang "simbolis" itu tidak ada jenasah Oto Iskandar di Nata, kecuali sejumput pasir yang dibungkus kain kafan yang diambil dari pantai Mauk, Tangerang.

Bila makam Oto Iskandar di Nata hanya bersifat simbolis, maka penelitian forensik sempat dilakukan terhadap jenasah yang diduga Supriyadi, tokoh PETA yang memberontak kepada Jepang di Blitar.

(Baca juga: Saat Pemakaman para Pahlawan Revolusi, Perwira TNI AU Dilempari Batu oleh Sejumlah Oknum TNI AD)

Tahun 1975 dengan dipimpin langsung Sekretaris Jenderal Departemen Sosial Rusiah Sardjono dilakukan penggalian di Pertambangan Bayah, Banten untuk menemukan jenasah Supriyadi.

Pada tempat yang ditunjukkan saksi, tidak ditemukan apa-apa. Kemudian dilanjutkan ke situs sekitar itu dan diperoleh kerangka yang kemudian dibawa ke Yogyakarta untuk diperiksa tim forensik Fakultas Kedokteran UGM.

Waktu itu belum dilakukan tes DNA, tetapi berdasar pemeriksaan forensik tidak terdapat kecocokan antara kerangka tersebut dengan ciri-ciri yang disebutkan pihak keluarga. Walaupun hasilnya nihil, pemerintah tetap menetapkan Supriyadi sebagai pahlawan nasional pada 1975.