Find Us On Social Media :

Konflik Arab Saudi Melawan Pemberontak Houthi dan Perdagangan Senjata yang Makin Menjadi-jadi

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 5 November 2017 | 12:00 WIB

Intisari-Online.com - Untuk kedua kalinya ibu kota Arab Saudi, Riyadh, mendapat serangan rudal balistik, Sabtu (4/11) waktu setempat.

Aktornya, pemberontak Houthi yang bercokol di Yaman.

Meski begitu, rudal yang mampu melesat hingga jarak 800 km itu bisa dihancurkan menggunakan sistem pertahanan antirudal Arab Saudi bernama Patriot.

Pemberontak Houthi yang ingin menguasai Yaman merupakan pemberontak beraliran syiah yang mendapat dukungan dari Iran.

(Baca juga: Setelah Sekian Lama dalam Keterkungkungan, Perempuan Arab Saudi Akhirnya Diizinkan Menonton Pertandingan Olahraga di Stadion)

(Baca juga: Mekah Selamat dari Rudal Militan Houthi, Tak Percuma Arab Borong Rudal Patriot Seharga 3/4 Anggaran Militer Indonesia 2017)

Kita tahu, dalam perkembangan terkini Arab Saudi dan Iran saling bermusuhan.

Arab Saudi makin gusar dengan Iran yang secara terang-terangan mendukung pemberontak Houthi yang dalam pertempurannya melawan pasukan pemerintah Yaman ternyata berafiliasi dengan militan ISIS.

Apalagi rudal yang ditembakkan pemberontak Houthi ke Riyadh merupakan jenis rudal Burkan 2-H.

Ini adalah rudal jarak jauh yang awalnya merupakan rudal Scud buatan Rusia tapi sudah dikembangkan lebih baik oleh Irak di era Saddam Hussein maupun oleh Iran.

Serangan rudal Burkan 2-H ke Arab Saudi oleh pemberontak Houthi di Yaman sebenarnya bukan tanpa alasan.

Sejak sekitar dua tahun terakhir Arab Saudi dan negara-negara koalisinya  melancarkan beberapa kali serangan udara ke Yaman. Tujuannya adalah menghancurkan kekuatan pemberontak Houthi.

Tak hanya para pemberontak, banyak juga warga sipil yang ikut menjadi korban.

Sekitar 10 ribu warga sipil Yaman dan  40 ribu warga lainnya luka-luka akibat serangan udara oleh jet-jet tempur Arab Saudi yang dilancarkan secara membabi-buta.

Pemerintah Yaman sendiri  yang notabene “dibantu” Arab Saudi akhirnya mengeluarkan kecaman atas serangan udara Arab Saudi yang kerap salah sasaran itu.

Aksi pemberontak Houthi di Yaman, yangsecara diam-diam mendapat dukungan dari Iran, Rusia, dan China, memang telah menciptakan front pertempuran baru di jazirah Arab.

Dalam hal ini, Arab Saudi mendapat dukungan dari negara-negara koalisinya seperti Kuwait, Mesir, Uni Emirat Arab, Yordania, dan lainnya.

Apalagi AS dan sekutunya juga cenderung mendukung Arab Saudi sehingga kekuatan militer yang berseteru di Yaman sebenarnya merupakan kekuatan Blok Barat dan Blok Timur.

Oleh karena itu persenjataan yang digunakan di medan tempur Yaman juga merupakan senjata-senjata canggih produksi negara Blok Barat dan Blok Timur.

Baik pihak AS maupun Rusia sebenarnya sama-sama diuntungkan atas konflik yang sedang terjadi di Yaman.

Selain merupakan ajang uji coba senjata-senjata canggih juga sekaligus untuk berpromosi secara gratis.

Arab Saudi pada tahun 2017 ini diketahui telah memborong persenjataan canggih dari Rusia dan juga dari AS, demi memperkuat sistem pertahanan udaranya.

Serangan rudal Houthi yang berhasil dilumpuhkan oleh Arab Saudi menggunakan rudal Patriot buatan AS, telah menunjukkan betapa persenjataannya yang telah dibeli oleh Arab Saudi terbukti mumpuni.

Dengan bukti keampuhan rudal Patriot itu maka tidak aneh jika sejumlah negara di Jazirah Arab seperti Yordania, UAE, Qatar, dan  Kuwait  kemudian saling berlomba-lomba membeli Patriot  yang harga satu unitnya lebih dari Rp10 milliar itu.