Find Us On Social Media :

Konflik Arab Saudi Melawan Pemberontak Houthi dan Perdagangan Senjata yang Makin Menjadi-jadi

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 5 November 2017 | 12:00 WIB

Sekitar 10 ribu warga sipil Yaman dan  40 ribu warga lainnya luka-luka akibat serangan udara oleh jet-jet tempur Arab Saudi yang dilancarkan secara membabi-buta.

Pemerintah Yaman sendiri  yang notabene “dibantu” Arab Saudi akhirnya mengeluarkan kecaman atas serangan udara Arab Saudi yang kerap salah sasaran itu.

Aksi pemberontak Houthi di Yaman, yangsecara diam-diam mendapat dukungan dari Iran, Rusia, dan China, memang telah menciptakan front pertempuran baru di jazirah Arab.

Dalam hal ini, Arab Saudi mendapat dukungan dari negara-negara koalisinya seperti Kuwait, Mesir, Uni Emirat Arab, Yordania, dan lainnya.

Apalagi AS dan sekutunya juga cenderung mendukung Arab Saudi sehingga kekuatan militer yang berseteru di Yaman sebenarnya merupakan kekuatan Blok Barat dan Blok Timur.

Oleh karena itu persenjataan yang digunakan di medan tempur Yaman juga merupakan senjata-senjata canggih produksi negara Blok Barat dan Blok Timur.

Baik pihak AS maupun Rusia sebenarnya sama-sama diuntungkan atas konflik yang sedang terjadi di Yaman.

Selain merupakan ajang uji coba senjata-senjata canggih juga sekaligus untuk berpromosi secara gratis.

Arab Saudi pada tahun 2017 ini diketahui telah memborong persenjataan canggih dari Rusia dan juga dari AS, demi memperkuat sistem pertahanan udaranya.

Serangan rudal Houthi yang berhasil dilumpuhkan oleh Arab Saudi menggunakan rudal Patriot buatan AS, telah menunjukkan betapa persenjataannya yang telah dibeli oleh Arab Saudi terbukti mumpuni.

Dengan bukti keampuhan rudal Patriot itu maka tidak aneh jika sejumlah negara di Jazirah Arab seperti Yordania, UAE, Qatar, dan  Kuwait  kemudian saling berlomba-lomba membeli Patriot  yang harga satu unitnya lebih dari Rp10 milliar itu.