Find Us On Social Media :

Situs Gunung Padang: Asal Usulnya Misterius, Keindahannya Membius

By Ade Sulaeman, Sabtu, 4 November 2017 | 14:00 WIB

Arkeolog dan Geolog Gugat Hasil Riset Gunung Padang

(Baca juga: Arkeolog dan Geolog Gugat Hasil Riset Gunung Padang)

Ribuan batuan yang berbentuk kolom-kolom memanjang yang tersebar di seluruh bukit – bukan hanya di puncaknya, tapi juga ditemukan di lereng bahkan kaki bukit - merupakan batuan andesit berwarna hitam. Batuan ini terbentuk dari aktivitas vulkanik, yang akhirnya membeku dan membentuk columnar joint, batuan berbentuk kolom. Batu panjang itu belum dikerjakan manusia, asli bikinan alam. Namun manusia kemudian menyusun batuan tersebut menjadi sebuah bangunan.

Penelitian juga berhasil memperkirakan usia bangunan tersebut. Tim geologi mengambil sampel tanah dengan mengebor, kemudian diuji radioisotop C14umur sisa arang, tumbuhan organik paleosoil (carbon dating) dengan alat Liquid Scintillation Counting (LSC). Hasilnya, dari sampel tanah yang diambil dari Teras II dengan pengeboran dengan kedalaman 3,5 m dan sampel tanah yang diambil dari Teras V pada kedalaman 8 - 10 m menunjukkan usia 10.000 tahun sebelum Masehi.

Dari hasil pengeboran oleh tim geologi, ditemukan lapisan-lapisan yang memperkuat pendapat bahwa di dalam tanah tersebut ada jejak perbuatan manusia. Dr. Ir. Andang Bachtiar, M.Sc., salah seorang geolog yang ikut dalam penelitian Situs Gunung Padang, menjelaskan bahwa di kedalaman tanah di bawah situs tersebut ditemukan pasir halus yang ukurannya sama. “Ini seperti sudah diayak,” kata Andang saat memaparkan hasil penelitian pada 7 Februari lalu di Gedung Krida Bakti, Jakarta Pusat.

Lapisan pasir berselang-seling dengan lapisan hasil lapukan batuan andesit sampai berulang beberapa kali lapisan. Tim geologi memperkirakan, ini adalah struktur yang berfungsi untuk menahan bangunan tetap utuh jika terjadi gempa.

Serba Lima

Situs Gunung Padang di Cianjur memang menawarkan cerita menarik. Penduduk di sana mempercayai Gunung Padang adalah tempat yang sakral. Salah satu yang menarik adalah cerita tentang serba lima. Apa saja itu?

  1. Situs Gunung Padang diapit oleh lima sungai, yaitu S. Cipanggulaan, S. Cikuta, S. Ciwangun, S. Pasir Malang, dan S. Cimanggu. Sungai ini mengalir di tiap sisi di kaki bukit Gunung Padang.
  2. Terdapat lima teras di Puncak bukit Gunung padang. 
  3. Tiap teras dihubungkan oleh lima lima anak tangga kecil.
  4. Ternyata, sekitar 95% sudut batu itu adalah segi lima.
  5. Dikelilingi oleh lima bukit, yaitu Karuhun, Pasir Emped, Pasir Malati, Pasir Malang, dan Pasir Batu. ("Pasir", bahasa Sunda, artinya "bukit").
  6. Orientasinya tegak lurus ke lima gunung secara sejajar, yaitu Gunung Pasir Pogor, Gunung Cikencana, Gunung Pangrango, Gunung Gede, dan Gunung Batu.

Angka lima memang mempunyai makna tersendiri. Seperti diungkapkan oleh Pak Asep, juru kunci Gunung Padang. "Baik bagi agama Islam maupun bagi bangsa Indonesia," katanya. Dia mencontohkan, angka lima dipakai untuk dasar negara. Selain itu, rukun Islam yang berjumlah lima menyimbolkan kesempurnaan. "Kalau kita salat lima waktu, itu salat yang sempurna," lanjut Pak Asep.

“Jabal Nur” Indonesia

Nanang, dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Serang, Banten, sekaligus koordinator juru pelihara di Gunung Padang menceritakan, asal nama Gunung Padang berasal dari Nagara Siang Padang. Padang bahasa Sunda, yang berarti terang, atau cahaya. Masyarakat setempat menghubungkan nama Gunung Padang dengan Jabal Nur di Arab Saudi. Artinya sama, yaitu gunung yang bercahaya. “Jabal Nur itu ciptaan Yang Mahakuasa. Gunung Padang juga sama, ciptaan Yang Mahakuasa. Karena berbagai penelitian dari dulu belum bisa menjelaskan batu Situs Gunung Padang itu berasal dari mana, sumbernya dari mana, yang membuat siapa, sejak kapan,” jelas Nanang.

Nanang melanjutkan, cerita turun temurun yang dipercaya warga, punden berundak dengan teras-teras tersebut mengandung makna yang sangat dalam. “Di teras pertama ada yang namanya Eyang Pembuka Lawang. Ada dua menhir besar yang sayangnya sekarang tinggal satu yang masih berdiri tegak. Secara filosofis, sebagai simbol membuka dan mempersiapkan hati sebelum memasuki areal pemujaan tersebut.