Find Us On Social Media :

Menjadi Seorang Ibu, Otak Perempuan Mengalami Perubahan agar Mudah Beradaptasi

By Ade Sulaeman, Rabu, 25 Oktober 2017 | 15:30 WIB

Intisari-Online.com - Sebuah penelitan mengungkap adanya efek jangka panjang bagi otak perempuan setelah melahirkan.

Periset menemukan adanya materi abu-abu dalam jaringan otak ibu yang mengoptimalkan fungsi dan menggabungkan diri untuk membantu memenuhi kebutuhan bayi.

Efek ini berlangsung setidaknya selama dua tahun.

Penelitian yang dilakukan selama kurang lebih lima tahun itu melibatkan 25 ibu dengan memindai otak sebelum dan sesudah kehamilan.

(Baca juga: Hati-hati, Ibu Ini Bilang Ada Sampo yang Menyebabkan Wajah Putrinya Mengalami Luka Bakar)

Hal ini juga dilakukan pada 19 laki-laki yang menjadi suami mereka.

Dalam sebuah kelompok juga, dilakukan pengamatan terhadap otak 20 perempuan menikah yang belum pernah hamil dengan 17 orang pasangan mereka.

Hasilnya, ada perbedaan yang jelas antara perempuan yang baru pertama kali menjadi ibu berikut pasangannya dibandingkan dengan partisipan yang lain.

Materi abu-abu yang ada pada otak ibu di korteks frontial dan posterior mengalami pengurangan, di samping korteks prefrontal dan temporal.

Daerah otak ini ternyata terlibat dengan proses sosial seperti perasaan empati dan kemampuan untuk memahami orang lain, yang kadang disebut sebagai ‘teori pikiran’.

Pengurangan volume materi abu-abu terdengar tidak sehat, tapi pengurangan volume itu memang sebagai cara otak melakukan pengaturan.

Tidak ada kaitan antara fungsi kognitif atau ingatan yang ikut menurun.

Hoekzwma, salah satu periset yang terlibat yang bekerja di Universitas Barcelona,menjelaskan bahwa perubahan tersebut bisa menjadi mekanisme menyiapkan ibu dari sisi adaptasi dan kebutuhan emosional dengan anak yang baru lahir.

(Baca juga: Teganya, Ibu Ini Mengeringkan Tubuh Anaknya Layaknya Menjemur Pakaian Basah!)

(Baca juga: Ibu yang Bekerja Memang Hebat, tapi Ayah Juga Wajib Membantu Ya)

Namun perubahan volume materi abu-abu ini tidak terjadi pada ayah.

Dengan demikian, periset menyimpulkan bahwa perubahan tersebut terjadi saat masa kehamilan ibu, meski faktor lingkungan juga dapat dilibatkan.

Menurut Hoekzema, perubahan ini juga konsisten.

Bahkan periset dapat menebak perempuan mana yang sudah pernah hamil atau baru pertama kali hamil.

Meski belum secara pasti dipahami mengapa ada pengurangan materi abu-abu dalam proses kehamilan, respon empati disebut-sebut terkait dengan proses tersebut.

Pengurangan volum materi abu-abu ini juga ternyata mempengaruhi ketertarikan ibu pada bayinya.

Semakin banyak pengurangannya, semakin tertarik seorang ibu terhadap bayinya.

Tentu saja penelitian ini butuh data lebih lanjut dengan penelitian berikutnya untuk semakin memperkuat hasilnya.

(Baca juga: Duh, Semakin Hari, Semakin Banyak Bayi yang Terlahir Sebagai ‘Pecandu’. Ibu Bertanggung Jawab)

(Baca juga: Tega Sekali Ibu Ini, Ia Rela Mengaku Terkena Kanker Stadium Akhir Demi Mendapatkan Uang Senilai Rp1,9 Miliar)

Hal ini juga sebagai pemahaman apakah perubahan ini akan bertahan dalam dua tahun atau dapat dikalkulasikan dengan kehamilan-kehamilan selanjutnya.

Temuan ini menjadi yang pertama sebagai penjelasan transisi neurologis yang dialami perempuan saat berproses menjadi ibu.

Dan membantu memahami perubahan luar biasa dalam kehidupan dengan sedikit lebih detail.

“Masuk akal bila perempuan yang baru pertama kali menjadi ibu berjuang keras untuk memahami apa yang menjadi kebutuhan bayi mereka,” kata seorang ahli neuroimaging Kristie Whittaker.

Menjadi ibu baru adalah hal sulit dan banyak sekali perubahan sehingga harus menyesuaikan diri.

Otak mempersiapkan ibu sehingga mampu merespon perubahan itu untuk mengatasi campuran perasaan sukacita yang dialami.

(Natalia Mandiriani)