Find Us On Social Media :

Dibukanya Dokumen Rahasia Kedubes AS Tegaskan Bahwa CIA Memang Izinkan Pembantaian ‘Anggota’ PKI

By Ade Sulaeman, Rabu, 18 Oktober 2017 | 19:30 WIB

Pihak AS yang saat itu keteteran di medan perang Vietnam juga mulai mengkhawatirkan perkembangan politik di Indonesia karena pemerintahannya yang dipimpin oleh Presiden Soekarno tampak lebih condong ke pihak komunis Rusia (Blok Timur).

Kekhawatiran pemerintah AS cukup beralasan karena pada hasil pemilu tahun 1955 yang berlangsung di Indonesia menunjukkan bahwa kekuatan Partai Komunis Indonsia (PKI) cukup besar (16,4%), sementara Partai Nasional Indonesia (PNI) mendapat suara 22,3%, Majelis Syuro Moeslimin Indonesia (Masjoemi ) 20,9 %, dan Nahdhlatoel Oelama (NO) 18,4%.

Secara politis kekuatan yang dimiliki oleh PKI itu menurut penilaian intelijen AS akan sangat berbahaya bagi perkembangan ideologi komunis di Asia Tenggara.

Apalagi dalam perkembangan berikutnya, pandangan politik Presiden Soekarno makin menunjukkan sikap anti Amerika dan lebih condong mengakrabi Uni Soviet.

Sikap anti Amerika Presiden Soekarno rupanya sengaja ditunjukkan karena AS jelas-jelas mau memanfaatkan Indonesia sebagai bemper bagi pengaruh komunis dari Soviet dan China.

Presiden Soekarno yang sangat nasionalis memang akan cepat marah jika kedaulatan negara yang dipimpinnya diinjak-injak negara lain.

Untuk mencegah wilayah Indonesia jatuh ke tangan komunis, pemerintah AS yang saat itu dipimpin oleh Presiden Dwight Eisenhower langsung menerapkan strategi intelijen keras.

Unsur kekuatan yang diturunkan untuk melancarkan aksi ‘’perang melawan komunis’’ di Indonesia melibatkan para agen rahasia CIA dan secara diam-diam didukung oleh militer AS.

Pengerahan kekuatan militer AS yang dalam kondisi siap tempur dan digelar di kawasan Pasifik, Singapura, dan Philipina itu jelas menunjukkan bahwa militer AS juga siap menginvasi kawasan Indonesia jika waktunya telah tiba.

Target operasi rahasia CIA saat itu ada dua macam, pertama membunuh Presiden Soekarno dan kedua menciptakan instabilitas dengan cara memperalat serta mempersenjatai unsur-unsur kekuatan di berbagai daerah yang akan melancarkan pemberontakan.

Salah satu aksi pemberontakan yang terjadi di Indonesia dan didalangi oleh CIA adalah PRRI/Permesta (1948) yang tujuannya untuk menggulingkan pemerintah RI di bawah pimpinan Presiden Soekarno.

Tapi upaya CIA untuk mendalangi pemberontakan yang telah menciptakan peperanga besar itu gagal bahkan seorang agen CIA, Allan Pope berhasil ditangkap oleh militer Indonesia.

Namun upaya CIA untuk menggulingkan Presiden Soekarno menemukan momennya ketika di Indonesia meletus G30S/PKI, karena CIA bersama militer Indonesia saling bekerja sama menggulingkan Soekarno sekaligus menumpas anggota PKI.

Keterlibatan CIA dalam aksi G30S/PKI yang memicu pembunuhan massal itu secara gamblang diakui oleh sendiri CIA melalui sejumlah dokumen kabel diplomatik Amerika soal tragedi 1965.

Dokumen itu  dibuka ke publik oleh tiga lembaga Amerika, itu menguak sejumlah surat dari dan ke Amerika Serikat terkait pembunuhan massal pasca 1965.

Ketiga lembaga itu selain NSA juga National Declassification Center (NDC), keduanya lembaga nirlaba, dan lembaga negara National Archives and Records Administration (NARA).

Dokumen yang dibuka adalah 39 dokumen setebal 30.000 halaman yang merupakan catatan Kedutaan Besar Amerika untuk Indonesia sejak 1964 hingga 1968.

Isinya antara lain seputar ketegangan antara militer dengan PKI, termasuk efek selanjutnya berupa pembantaian massal.

Pembantaian massal terhadap warga Indonesia yang dituduh PKI ternyata direstui oleh CIA yang juga  telah memberikan izin membunuh (License to a kill) kepada militer Indonesia.