Find Us On Social Media :

Upaya ISIS Mengklaim Aksi Penembakan Massal di Las Vegas Mungkin Hanya ‘Basa-basi’

By Ade Sulaeman, Senin, 9 Oktober 2017 | 13:00 WIB

Intisari-Online.com - Ketika Las Vegas (2/10/2017) diguncang oleh aksi penembakan brutal yang dilakukan oleh Sthepen Paddock dan mengakibatkan 58 orang tewas serta ratusan lainnya luka-luka, kelompok militan ISIS segera mengklaim berada di balik pembantaian berdarah itu.

ISIS berani mengklaim aksi brutal Paddock sebagai serangan teror yang didalanginya mengingat apa yang dilakukan Paddock ketika menembaki kerumunan puluhan ribu orang di Las Vegas yang sedang menonton korser musik merupakan “gaya dan pola” ISIS ketika melancarkan aksi teror di Eropa.

Pasalnya pada 23 Mei 2017, ISIS pernah melakukan serangan teror di Manchaster, Inggris ketika berlangsung konser musik Ariana Grande dan mengakibatkan sedikitnya 23 orang tewas.

Tapi klaim ISIS sebagai dalang di balik aksi penembakan brutal Stephen Paddock hanya terkesan basa-basi karena di front pertempuran Suriah, pasukan AS dan ISIS sesungguhnya tidak bermusuhan.

Artinya jika ISIS masih ngotot mengklaim berada di balik aksi penembakkan Paddock, bantaun militer AS kepada militan ISIS di Suriah bisa dihapus dan pasukan ISIS pun turut dilibas.

Dengan pertimbangan itu, maka ISIS pun menjadi bungkam dan tidak lagi mengomentari aksi penembakkan brutal Paddock.

Pasukan AS dan CIA yang sedang bertempur di Irak dan Suriah memang biasa menerapkan standar ganda.

Di Irak pasukan AS gigih memerangi ISIS karena pemerintah AS membutuhkan pemerintah dan militer Irak yang bersatu demi memerangi ISIS.

AS juga membutuhkan para pejuang Kurdi yang dikenal sebagai Phesmerga karena kelompok pejuang ini akan menjadi “pasukan boneka” yang bisa dimanfaatkan AS untuk mengontrol Irak.

Misalnya saja jika di Irak kembali muncul kelompok perlawanan setelah ISIS berhasil ditumpas, pasukan Phesmerga lah yang terlebih dahulu maju.

Para suku Kurdi yang di era pemerintahan Saddam Hussein menjadi ajang sasaran pembantaian menggunakan senjata kimia, sebentar lagi bahkan bisa memiliki wilayah otonom.

Pasalnya dengan pemerintah Irak yang sekarang mereka malah menjadi bersahabat gara-gara sama-sama memerangi ISIS.

Tapi di Suriah, militer AS terpaksa “bersahabat” dengan pasukan militan ISIS karena sama-sama ingin menumbangkan pemerintah Suriah di bawah pimpinan Presiden Bashar al Assad.

Hingga saat ini Presiden Assad yang didukung oleh pasukan pemerintah Suriah dan militer Rusia masih memiliki kekuatan militer yang memadai untuk menghadapi pasukan pemberontak Suriah, pasukan militan ISIS, dan pasukan AS.

Rusia dan AS sebenarnya sudah memperebutkan Suriah sejak dulu di era Perang Dingin masih berlangsung.

Tapi untuk menunjukkan bahwa kedua negara ini tidak berseteru di Suriah, keduanya kadang-kadang sama-sama menyerang militan ISIS tapi ada bedanya.

Rusia serius menggempur ISIS di Suriah, sebaliknya militer AS melakukannya dengan setengah hati.

Baik Rusia maupun AS sama-sama ingin menguasai Suriah karena negara di Timur Tengah ini kaya akan tambang minyak.

Jika Suriah berhasil dikuasai AS, maka pasukan ISIS yang selama ini dibantunya akan dengan mudah ditumpas, apalagi pasukan ISIS kondisinya pasti sudah makin melemah.

Pasukan yang saat ini berhadapan di Suriah sebenarnya pasukan yang bertempur demi kepentingan AS dan Rusia.

Jika pasukan AS dan Rusia sulit memperoleh kemenangan telak dan tidak ada salah satu yang berhasil jadi penguasa di Suriah, solusinya juga jelas.

Rusia dan AS mengadakan perundingan damai dan Suriah akan dibagi dua. Sebagian wilayah Suriah untuk Rusia dan sebagian lagi untuk AS.

Namun dalam upaya “mendapat bagian” itu, militer AS di Suriah masih membutuhkan ISIS dengan cara memberikan bantuan keuangan dan persenjataan.

Oleh karena itu ISIS memilih bungkam demi mengklaim aksi pembantian Paddock di Las Vegas agar bantuan dari AS tidak dihentikan.

Toh tanpa dipengaruhi oleh ISIS, warga AS yang bebas memiliki senjata api ternyata bisa “berkreasi sendiri” untuk melaksanakan aksi teror di dalam negeri.

Apalagi dari sisi kualitas, aksi teror seperti yang dilakukan Paddock, bahkan terkesan lebih kejam dibandingkan aksi teror yang sering dilakukan ISIS di negara-negara Eropa.