Find Us On Social Media :

Cerita Tentang Pedagang Kopi Keliling yang Masih Tak Percaya Anaknya Diundang oleh WHO ke Kanada

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 6 Oktober 2017 | 13:30 WIB

"Itu sekolah favorit dan mahal. Sebulan bayarannya Rp600.000. Saya enggak sanggup," ujar Purwati.

Beruntung, Devi anak yang cerdas.

Ia memenangkan lomba cerdas cermat dan memenangkan beasiswa untuk SMA dan kuliah.

Selepas SMA, Devi berkuliah di daerah Muara Karang dan kini tingal di daerah sana sembari bekerja dan menyelesaikan kuliahnya.

Prestasi David dan Monica di Jogja tak kalah hebat. David yang sekolah kejuruan bagian elektronika, pernah dapat Kalpataru Jogja atas kreasinya tentang daur ulang.

"Senang banget saya anak-anak pintar, bangga sekali," ujarnya.

Ingin terus bekerja

Purwati sendiri di Jakarta sempat menikah lagi dan punya anak yang kemudian beri nama Subehi.

Sayangnya, ayah Subehi tak jelas rimbanya dan tidak bertanggung jawab.

Purwati kembali seorang diri membesarkan Subehi.

Ia berjualan kopi keliling, sempat ditipu, jadi korban pencurian, dan tak punya tempat tinggal.

"Sempat saya ditolong Pak Lurah. Terus saya kabur-kaburan. Kerja di Jogja enggak cocok, akhirnya balik lagi ke Senen," ujarnya.