Find Us On Social Media :

Letusan Gunung Agung 1963: Pengejawantahan Kemurkaan Dewa-dewa Karena Tanah Bali Kotor dan Penuh Dosa

By Ade Sulaeman, Sabtu, 23 September 2017 | 12:30 WIB

Keutuhan Pura Besakih ini pun tak luput dari anggapan mistis campur tangan dewa. Padahal letak Pura Besakih yang persis di tanah datar di bawah punggung gunung yang dibatasi dengan jurang, justru membuatnya terhindar dari bencana.

Ibarat seorang lelaki kencing tak akan mengenai kakinya sendiri.

Di tengah derita bencana itu, samar-samar terdengar kisah gaib seperti yang terjadi di Badeg Dukuh, desa tertinggi di lereng gunung.

(Baca juga: Bulan Purnama Mempengaruhi Pola Tidur)

Desa yang dihuni sekitar 900 jiwa ini merupakan sasasran awal semburan lava. Pada saat itu seorang kepala desa justru mengambil langkah berani naik gunung, menghadapi datangnya lava bersama beberapa pendeta, diiringi alunan gong dan gamelan.

Mereka mengadakan pemujaan untuk membujuk dewa agar menghentikan lajunya aliran lava. Entah kenapa sebabnya tiba-tba aliran lava benar-benar berhenti.

Cerita ini lantas berkembang ke desa-desa tetangga, terutama mengenai kesaktian si kepala desa yang disebutkan mampu menghalau datangnya lava.

Ketika semburan lava kembali datang, “orang hebat” tersebut berpikir bisa mengulangi lagi pamer kekuatannya.

Bersama-sama ratusan penduduk desa tersebut, si kepala desa memimpin upacara. Akhinrya sebuah “prosesi bunuh diri” terjadi.

Malang tak dapat ditolak, nasib tak bisa diukur, aliran lava tak mampu dibendung. Desa tersebut benar-benar disapu bersih dan hampir semua penduduknya tewas.

Tapi konon desa itu merupakan sarang pencuri dan kegiatan black magic.

Artikel ini disadur oleh K. Tatik Wardayati dari artikel berjudul “Purnama: Bencana, Mistik, dan Kecurangan” yang dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 1993 dengan .