Penulis
Fetish Kain Jarik 'Gilang Bungkus' Diragukan, Psikolog Klinis Forensik Menduga Adanya Hal Lain dengan Berbagai Tanda-tanda Ini
Intisari-Online.com - Kasus viral yang menyeret nama seorang mahasiswa perguruan tinggi negeri di Surabaya, Gilang, banyak disebut sebagai 'fetish kain jarik'.
Hal itu karena pelaku yang kini dikenal sebagai 'Gilang Bungkus', menggunakan kain jarik untuk melakukan aksinya terhadap korban.
Berpura-pura meminta bantuan untuk pengerjaan riset, Gilang membuat korbannya diikat dan dibungkus kain jarik.
Perbuatan Gilang pun dikaitkan dengan fetish kain jarik dan ramai diperbincangkan oleh orang-orang.
Baca Juga: Memakan Banyak Korban 'Bungkus Kain Jarik', Gilang Disebut Mengidap Fetish, Bisakah Disembuhkan?
Namun, melansir Tribunnews.com, Psikolog Klinis Forensik A Kasandra Putranto justru mengungkapkan keraguannya bahwa apa yang dilakukan oleh Gilang itu adalah fetish kain jarik.
Psikolog klinis ini menduga adanya penyimpangan lain dari Gilang dan bukan merupakan fetish.
Dugaan tersebut didasarkan atas beberapa hal.
Terlebih belum ada pemeriksaan terhadap Gilang.
Dikutip dari Youtube tvOneNews Sabtu (1/8/2020), Kasandra Putranto awalnya menjelaskan terlebih dahulu apa itu fetish.
Menurutnya, Fetish itu adalah gangguan atau penyimpangan seksual di mana seseorang mencari pemuasan kebutuhan dari benda-benda mati dan bagian tubuh yang non alat reproduksi
"Bisa jadi itu kaki, tangan, kuku, jempol. Tapi bukan bagian yang biasanya dan wajarnya orang-orang lain secara normal misalnya," jelas dia.
Sementara contoh benda mati yang menjadi objek fetish, misalnya sepatu, sendal, baju, bagian baju dalam, jelasnya.
Untuk perbuatan yang dilakukan Gilang, Kasandra Putranto meragukannya karena belum ada pemeriksaan.
Selain itu, juga berkaca dari apa saja yang dialami korban.
"Nah pertanyaannya adalah, apakah kasus ini adalah kasus fetish? Menurut saya justru patut diragukan karena kebanyakan justru belum memeriksa yang bersangkutan dan justru melibatkan komentar-komentar, pendapat-pendapat yang belum bisa dibuktikan kebenarannya," tutur Kasandra Putranto.
Ia pun menyebut bahwa kasus ini baru bisa dikatakan fetish kain jarik jika sudah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu kepada pelaku paling tidak.
"Apabila ternyata belum ditemukan, kemudian mungkin juga bisa dilakukan pemeriksaan terhadap korban," tambahnya.
Selain itu, dari informasi yang beredar, menurutnya ada yang melaporkan pernah disentuh dan diintimidasi.
Inilah salah satu yang menurut Kasandra Putranto sudah tergolong perbuatan lain, yaitu pencabulan.
"Dugaan fetish harus ditegakkan, tetapi juga pencabulan sudah pasti hampir bisa diterima. Oleh karena itu tentu saja sudah menjadi ranah hukum, di mana akhirnya kepolisian tentu juga sedang dalam usaha mencari yang bersangkutan," kata dia.
Kasandra Putranto juga menilai perbuatan Gilang cenderung tidak konsisten karena berbeda perlakuan untuk masing-masing korban.
"Cuma kan penyimpangan seksual itu kan banyak, apakah itu terkait juga dengan masalah disorientasi, apakah itu dengan objeknya,
"Nah persoalannya adalah ketika kita bicara fetish adalah benda mati atau tubuh, nah sementara konon katanya ada fotonya saja, ada yang kemudian dibungkus kemudian dilakban, ada yang bahkan tidak pakai jarik," jelas Kasandra Putranto.
Ia pun menegaskan untuk menentukan kasus ini terlebih dahulu harus dikumpulkan bukti dan pemeriksaan terhadap pelaku, juga korban.
"Baru dapat kita kembangkan apakah betul ini termasuk fetish atau bukan, saya yakinnya juga mungkin ada kemungkinan lain, dugaan lain itu juga patut diperhitungkan karena sekarang ini justru semua orang sudah semakin yakin bahwa itu fetish
"Dan sudah langsung memberi nama yang menurut saya justru belum boleh dilakukan," ungkapnya.
Menurutnya, berdasarkan cerita korban di media sosial, ia melihat adanya bentuk kekerasan, di mana beberapa korban ada yang mengaku diikat kemudian dilakban.
"Bahkan ada juga yang tidak menggunakan jarik, jadi sebenarnya pengenaan label fetish jarik tidak tepat, karena ternyata tidak konsisten gitu," katanya.
Kasandra Putranto pun mempertanyakan hal apa yang menjadi sumber kepuasan pelaku.
"Persoalannya, yang jadi sumber pemuasan ke kebutuhannya itu adalah jariknya atau orangnya? Kalau orangnya, ini kan berarti sudah benda hidup ya, berarti kan kembali lagi dugaan fetish ini tidak dapat kita tegakkan," jelasnya.
Sehingga untuk menungkap kasus ini, menurutnya pelaku harus ditemukan dan diperiksa.
"Yang jelas, ada kemungkinan penyimpangan yang lain, yang bukan fetish," tuturnya.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari.Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari