Yang menarik perhatian dari relief Karmawibhangga seri O no. 89, penampilan seorang perempuan duduk melenggut di boyah pohon keluwih dengan ekspresi meratap, sementara di sampingnya seorang raksasa berambut gimbal sedang mengayunkan pedang panjang yang pasti akan memecahkan kepala wanita pendosa itu.
Kasihan sekali perempuan itu, tapi ini hukuman buat manusia penyeleweng dan pezinah.
Jagat arwah
Kitab kuno Kunjarakarna memarig lain dari yang lain. Neraka yang pengarangnya sendiri jelas belum pernah menengoknya, dijadikan fokus media untuk menghajar sekaligus membangun moral manusia.
Kayak apa neraka itu sebenarnya, menurut kitab itu?
Dalam lakon Kunjarakarna berbentuk prosa, lengkap sekali dilukiskan neraka sebagai tempat setan-setan gentayangan mengerikan, gelap penuh penderitaan yang tiada bandingannya.
Neraka yang disebut petrabhawana (jagat arwah), katanya mirip lautan manusia yang dikelilingi tanggul api membara.
Di sini ribuan roh jahat disiksa dengan berbagai senjata maut, dari rantai besi sampai gada api sebesar pohon pinang.
Ada yang diborgol tangan dan kakinya, ada yang disumbat timah panas mulutnya, ada yang cuma disayat pisau kulitnya.
Tapi ada juga yang dijepit catut lehernya. Semua tergantung besar-kecilnya dosa yang diperbuatnya.
Sementara ratap tangis memilukan bagai kumbang kesakitan, datanglah sisantama, burung raksasa berkepala setan yang galak menyeruak, melumat ribuan pendosa sekaligus hancur luluh dengan cakarnya.
Tapi para pendosa itu tak mati, meski secara fisik sudah. Malah katanya, dengan tubuh lemah sempoyongan banyak di antara mereka malang-melintang berlari saling mendahului, saling berpegang pundak, ada yang terjatuh dan terinjak-injak.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR