Intisari-Online.com – Sepanjang usianya, Candi Jawi telah mengalami tiga kali pemugaran. Pemugaran terakhir berhasil dilakukan hingga tuntas berkat kejelian Mbah Karto Plewek. Pekerja ini berhasil menemukan batu-batu candi yang tercecer.
Di antara sekian banyak candi di Jawa Timur, Candi Jawi termasuk yang “menyendiri”. Lokasinya jauh dari candi-candi lain dan tidak memiliki “teman”. Alasan Kertanegara membangun candi Hindu-Buddha ini jauh dari pusat kerajaan diduga karena di kawasan ini pengikut ajaran Siwa-Buddha sangat kuat.
Candi Jawi dibangun sekitar abad ke-13 oleh raja terakhir Singasari, Kertanegara. Di candi ini sebagian abu jenazah Raja Kertanegara yang meninggal tahun 1291 M disimpan. Sebagian abu lainnya disimpan pada Candi Singosari.
Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang merupakan tempat peribadatan Raja Kertanegara.
Seperti halnya candi lain, Candi Jawi juga memiliki kekhasan. Yang pertama, batu penyusunnya terdiri atas dua jenis.
Bagian bawah tersusun dari batu hitam, sedangkan bagian atasnya menggunakan batu putih. Perbedaan batu penyusunnya ini menimbulkan dugaan candi ini dibangun pada dua periode yang berbeda.
Kekhasan lainnya terlihat pada reliefnya. Pahatan pada dinding yang menceritakan sesuatu ini sangat tipis. Belum diketahui apa yang mendasari pembuatannya yang begitu tipis.
Yang pasti, kakawin Negarakertagama yang secara jelas menceritakan candi ini pun tidak menyinggung sama sekali soal relief tersebut.
Pada Negarakertagama disebutkan, di dalam candi terdapat arca Siwa. Di atas arca Siwa tersebut terdapat acra Maha Aksobaya. Pada saat candrasengkala atau pada tahun Api Memanah Hari (1253 Saka) candi ini disambar petir.
Saat itulah arca Maha Aksobaya raib. Hingga saat ini keberadaan arca tersebut belum diketahui. Arca Maha Aksobaya yang kini disimpan di Taman Apsari, Surabaya, yang kemudian dikenal sebagai Patung Joko Dolog, bukan berasal dari Candi Jawi.
Disebutkan pula bahwa pada zaman Majapahit, Candi Jawi pernah dikunjungi Raja Hayam Wuruk. Saat itu, pada tahun ketiga masa pemerintahannya (1275 Saka/1353 Masehi), ia sedang mengadakan perjalanan di Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk menghayati keadaan masyarakat yang dipimpinnya dan berziarah.
Mengetahui arca Maha Aksobaya lenyap, Raja Majapahit itu merasa sedih.
Dituliskan, setahun setelah Candi Jawi disambar petir, Candi Jawi dibangun kembali. Pembangunan ini diperkirakan menggunakan batu putih.
Asal batu putih tersebut masih dipertanyakan, karena kawasan yang termasuk kaki Gunung Welirang kebanyakan berbatu hitam.
Batu putih hanya dijumpai di daerah pesisir utara Pulau Jawa atau Madura.
Candi Jawi dipugar untuk kedua kalinya tahun 1938 – 1941 dalam masa pemerintahan Hindia Belanda.
Sebelum dipugar kondisinya sudah runtuh. Namun, renovasinya tidak sampai tuntas karena sebagian batunya hilang.
Pada 1975 – 1980 candi dipugar kembali. Dalam pemugaran yang ketiga ini, seorang pekerja yang bernama Mbah Karto Plewak dari Prambanan, berhasil menemukan kembali batu-batu yang hilang sehingga pemugaran dapat dilakukan sampai selesai.
Dua tahun kemudian, 1982, Candi Jawi diresmikan oleh pemerintah dan dijadikan sebagai bangunan cagar budaya dan sekaligus objek sejarah.
Meski bangunan Candi Jawi kini telah utuh, namun isinya berkurang. Arca Durga kini disimpan di Museum Empu Tantular, Surabaya.
Lainnya disimpan di Museum Trowulan. Arca Brahmana, tidak ditemukan. Mungkin saja sudah berkeping-keping. Di gudang belakang candi, kini memang terdapat potongan-potongan patung.
(Artikel ini ditulis oleh Faishal dan Gde dan pernah dimuat dalam Where To Go Malang dan Sekitarnya)