Advertorial

Dulu Ada Bendera Merah Putih yang Berlukiskan Kepala Kerbau Di Tengahnya

Ade Sulaeman

Editor

Intisari-Online.com – Berkibarlah benderaku….. Siapa berani menurunkan engkau … Serentak rakyatmu membela….

Hanya sehelai kain persegi empat panjang dengan dua macam warna, setengah bagian atasnya berwarna merah, setengah bagian bawahnya berwarna putih.

Tapi itulah bendera kenegaraan resmi Republik Indonesia yang sudah disahkan sebagai: "Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih."

Sang Merah Putih dalam catatan sejarah, dinyatakan pertama kali dikibarkan resmi pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jl. Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi) - Jakarta Pusat.

Sejak itulah Sang Dwiwarna kita menjadi bendera kebanggaan bangsa Indonesia yang diakui dan dihormati di dalam dan luar negeri.

Namun ada catatan lama menyebutkan, warna merah putih yang melambangkan "berani karena benar, berani karena suci" itu, sebetulnya konon sudah menjadi warna simbol masyarakat Indonesia kuno dalam lambang pada panji, umbul-umbul ataupun tunggul di masa lampau.

Perang dan berkibar-kibar

Di saat tanah Jawa berada di puncak kejayaannya, Raja Jayakatong dari Kediri pada saat melakukan perlawanan melawan Kerajaan Singosari di bawah tampuk kekuasaan Kertanegara, sudah mengibarkan panji berwarna merah putih, tepatnya pada tahun 1292.

Kala lampau itu, Jayakatong mengirimkan tentaranya yang penuh kemegahan panji dan umbul-umbul, diiringi bunyi gamelan ke utara Gunung Penanggungan, menuju ke jurusan pusat Keraton Singosari.

Namun itu taktik, karena pasukan Jayakatong yang lebih kuat dan berjumlah besar, diam-diam bergerak ke terkejut mendapat tusukan arah selatan Gunung Penanggungan.

Laskah inilah rupanya ujung tombak Kediri yang menjungkalkan Singosari, karena pasukan Singosari yang dipercayakan dipimpin Raden Wijaya dan Ardaraja terkecoh dan memusatkan kekuatannya di arah utara, namun tiba-tiba terkejut mendapat tusukan serangan besar dari pasukan Jayakatong yang berpanji, umbul-umbul dan bendera warna merah putih!

Kertanegara sebagai raja di saat itu, rupanya meremehkan perlawanan Jayakatong. Suatu prasasti perunggu Gunung Butak yang ditemukan di dekat Surabaya antara lain menuturkan begini: " ... demikian keadaannya ketika tentara Sri Maharaja (Raden Wijaya) bergerak terus sampai Rabut Carat, tak lama kemudian datanglah musuh dari arah barat.

Ketika itu juga Sri Maharaja bertempur dengan segala balatentaranya dan musuh pun tunggang langgang mengalami kekalahan besar.

Tetapi dalam keadaan demikian, di sebelah timur Hanyiru nampak panji-panji musuh berkibar-kibar, warnaya merah dan putih.

Melihat itu Sang Ardaraja meninggalkan pertempuran, berlaku hina lari menuju ke Kapundungan ...."

(Baca juga:Meski Ada Tiang Besi, Suhud Mengibarkan Bendera Proklamasi Pertama Di Tiang Bambu. Ini Alasannya!)

Memang sejauh ini tidak ada sejarah yang jelas soal merah- putih, namun kedua warna itu jelas tersebut dan masih digunakan dalam abad-abad berikutnya.

Prof. Muhammad Yamin dalam 6000 Tahun Sang Merah Putih menulis antara lain seperti: "Bendera merah putih dalam Kerajaan Mataram dikenal sebagai Gula Kelapa, konon bendera Gula Kelapa itu diartikan gula sama dengan merah, kelapa sama dengan warna putih."

Sang Merah Putih pun disebutkan pernah menjadi bendera perjuangan Pangeran Diponegoro antara tahun 1825 - 1830.

Di antara tahun-tahun perjuangan itu, masyarakat di sekitaran Gua Selarong (kini di Kabupaten Bantul) – markas perlawanan Pangeran Diponegoro - mengibarkan bendera merah putih, saat Diponegoro berangkat dan memimpin pasukannya melawan Belanda.

Tinggal Merah Putih saja

Setelah itu, ditemukan lagi catatan soal bendera merah putih, yakni pada tahun 1920 di Belanda ketika Perhimpunan Indonesia di negara itu menerbitkan Majalah Indonesia Merdeka, lalu membuat panji-panji pergerakan berupa bendera merah putih yang berlukiskan kepala kerbau di tengahnya.

Menyusul kemudian saat pemuda Ir. Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia pada tahun 1927, lambang dan bendera organisasi itu pun berupa bendera merah putih dengan lambang kepala banteng.

Juga di bawah kibaran bendera merah putih pula, pada tanggal 28 Oktober 1928 pemuda Indonesia mengukuhkan kelahiran suatu bangsa yang bulat dan bersatu dengan satu bahasa persatuan dan satu tanah air.

Pada saat itu, bendera merah putih tergelar diiringi gesekan biola Wage Rudolf Supratman yang pertama kali mempersembahkan lagu karyanya, Indonesia Raya.

Saat itu, bendera merah putih tidak lagi berhias kepala kerbau atau kepala banteng, namun berhiaskan gambar garuda terbang (kemudian hiasan garuda ini dijadikan lambang tersendiri), hingga tinggallah bendera berwarna merah dan putih saja.

Bersamaan berakhirnya riwayat kolonialisme Belanda di Indonesia, saat laskar tentara Jepang mendarat di bumi Indonesia tahun 1942, rakyat Indonesia di beberapa tempat menyambut peristiwa ini dengan kibaran bendera merah putih.

Namun kejadian itu hanya sesaat, sebab pemerintahan Dai Nippon melarang pengibaran merah putih, lalu mengharuskan mengibarkan bendera kebangsaan Jepang, Hinomaru.

Ketika Jepang tahun 1944 merasa terdesak dan tak sanggup memenangkan perang raya, larangan ini agak dilonggarkan.

Pada akhir tahun 1944, Ki Hadjar Dewantara selaku ketua panitia ditugaskan meneliti bendera dan lagu kebangsaan Indonesia.

Ukuran aslinya 178 cm x 274 cm

17 Agustus 1945, di rumah kediaman Soekarno sekitar pukul 10.00, terjadi upacara proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia yang sederhana dan hanya dihadiri beberapa orang saja.

Tanpa ada musik, tanpa barisan protokol, setelah Soekamo membacakan teks proklamasi memakai alat pengeras suara yang dicuri dari stasiun radio Jepang, bendera merah putih pun diikat Latief Hendraningrat dengan seutas tali kasar, yang lalu mengerek dan mengibarkan pada tiangnya.

Sejak itulah, bendera tersebut dikibarkan tiap tanggal 17 Agustus.

Lalu pada tahun 1958 dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 40/1958, diputuskan bendera kebangsaan yang digunakan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945, menjadi bendera pusaka atau Sang Saka Merah Putih.

Namun, bendera (berasal dari bahasa Portugis bandeira) pusaka yang kian tua itu, pada tahun 1968 tidak dikibarkan lagi, lalu diganti dengan duplikatnya yang berukuran asli persis 178 cm x 274 cm (sampai tahun 1970 bendera duplikat berbahan sutera alam sudah dibuat sebanyak 430 helai).

Kini di bumi yang sudah resmi diduduki lebih dari 370 negara yang kedaulatannya diakui PBB, ternyata Sang Merah Putih kita itu punya kembarannya, yaitu bendera suatu negara kecil Monaco di Eropa.

Juga Polandia memakai bendera berwarna merah putih juga, hanya letak corak warna ini terbalik: warna putih di atas belahan warna merah.

Juga Republik Singapura memakai warna dasar benderanya merah dan putih, hanya warna merah di bagian atasnya diberi lambang bulan sabit dan lima bintang warna putih.

Bendera Indonesia sendiri, Sang Merah Putih, ternyata memiliki nilai sejarah luhur dari bangsa Indonesia.

Itulah Sang Merah Putih kita yang selalu berkibar pada tiap tanggal 17 Agustus serta di hari-hari penting lainnya.

Sang Merah Putih yang perwira, berkibarlah selama-lamanya. (Gede/Djati)

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1991)

Artikel Terkait