Intisari-Online.com - Pada 1960 saya memimpin delegasi Singapura ke Indonesia, dan diterima Presiden Sukarno di Istana Merdeka.
Saya mengagumi tokoh dengan kemampuan tinggi memobilisasi massa sekaligus orator yang hebat itu.
Kepada kami Presiden Sukarno berbicara mengenai "demokrasi terpimpin" dan revolusi di segala bidang.
Saya agak kecewa karena kami kehilangan inti perbincangan.
Dengan Perdana Menteri Djuanda saya justru menerima banyak informasi.
(Baca juga: Lee Kuan Yew: Diam-diam Menjalin Kerja Sama dengan Militer Israel dengan Menyebut Mereka 'Orang Meksiko')
Ia adalah orang yang cerdas, tulus, namun menyadari terlalu banyak hal yang mesti diatasi.
Ketika saya nyatakan kekaguman akan Indonesia, Djuanda berkata, "Negeri kami memang diberkati Tuhan, tapi bangsa kami saling bermusuhan satu sama lain."
Nasihat Lee Kuan Yew agar anak-anak Suharto tak terlibat dalam bisnis
Peristiwa G-30-S yang diikuti peralihan kekuasaan rupanya mengubah banyak hal.
(Baca juga: Lee Kuan Yew: Komunis di Singapura Tumbang karena Rakyat Butuh Kesejahteraan, Bukan Slogan dan Pidato)
Maka terjadilah pertemuan pertama saya dengan Presiden Suharto pada konferensi nonblok di Lusaka, September 1970.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR