Kami mau mogok sebulan lagi, seminggu lagi. Jadi, kita bisa tutup pembukuannya. Jangan sabotase.
Mereka sampai dilaporkan ke Bareskrim Polri?
Baca Juga : Rusdi Kirana di Balik Lion Air (2): Saya Membuat Orang di Indonesia Bisa Bepergian dengan Murah
Iya dong. Sekarang bukan Lion Air, tapi masyarakat. Kami tidak memasalahkan mereka kalau ingin berhenti atau tidak suka. Kami memasalahkan, kenapa terbang last flight, terus besok pagi nggak mau terbang.
Ribuan penumpang ribut, sementara mereka (pilot-pilot itu) merokok-rokok dan tertawa-tawa. Sampai orang bandara minta izin untuk memarahi pilot-pilot itu.
Katanya para pilot itu dipekerjakan sampai 22 jam sehari?
Ada nggak orang kerja 22 jam? Kalau mereka bilang kita tidak benar, kenapa mereka bisa kerja lima-delapan tahun? Kalau nggak benar, satu hari juga berhenti. Maaf, perbudakan saja nggak sampai 16 jam.
Baca Juga : Rusdi Kirana di Balik Lion Air (1): Saya Ini Pengusaha Airlines yang Penuh Misteri
Sampai kapan pun kita nggak mau berdebat karena nggak bakal selesai. Tentang ketidakpahaman, coba diselesaikan di dalam. Jangan sabotase. Sabotase itu yang dirugikan penumpang. Penumpang terlantar. Itu kan namanya memaksakan kehendak. Nggak boleh itu.
Mengenai kontrak pilot baru sampai 15 tahun, bahkan lebih?
Itu kontrak pelatihan. Dari lulus SMA mereka kita training sampai menjadi pilot; sampai bisa terbang dengan gaji puluhan juta (rupiah). Terus kita latih sampai bar empat (captain).
Nah, kita kan ada investasi. Mereka boleh pergi dan berhenti, “pembajaknya” harus bayar dong. Harusnya kan, maaf, hargai kita dong! Kita rekrut mereka. Kita pinjamkan uang ke bank. Kita ambil risiko. Kalau mereka nggak lulus, kita tanggung jawab.
Source | : | Angkasa |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR