Advertorial

Pangan Lokal, Terdengar Kuno nan Tradisional, pada Amat Fungsional, Rugi Kalau Diabaikan

K. Tatik Wardayati
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Walau kedengaran 'kuno' dan konvensional banget, tapi jangan pernah sekalipun remehkan panganan lokal.
Walau kedengaran 'kuno' dan konvensional banget, tapi jangan pernah sekalipun remehkan panganan lokal.

Intisari-Online.com – “Jadikan makanan obatmu dan obat makananmu.“ Separuh terdepan pesan Hipokrates (460 – 370 SM), dokter yang paling terkenal di sepanjang sejarah, ini sekarang cenderung dilupakan.

Tanggal 16 Oktoberlalu dunia memperingati Hari Pangan Sedunia. Bagaimana pangan lokal menjadi pangan yang fungsional, Majalah Intisari pernah memuatnya di edisi Januari 2013, lewat tulisan Lily Wibisono, Pangan Lokal, Pangan Fungsional berikut ini.

Seperti terjadi pada semua hal, obat-obatan pun ada sisi baik dan buruknya. Apalagi jika dipergunakan tidak sesuai aturan pakainya. Kita lupa, sering kali pembuatan obat-obatan pun terinspirasi dari bahan-bahan aktif yang terdapat di dalam bahan alami.

Ya, walau kedengaran “kuno” dan konvensional banget, tapi jangan remehkan bayam, wortel, kentang, ubi, jeruk, kacang panjang, kangkung, dan kawan-kawannya itu.

Baca Juga : Inilah Makanan yang Harus Dikonsumsi Setelah Olahraga Lari, Simpel Kok

Bahan-bahan alami yang kita temui setiap hari di meja makan sendiri atau orang lain ini sama sekali belum ketinggalan zaman!

Itu yang ingin “diteriakkan” oleh Prof. Ir. Ahmad Sulaeman, M.S., Ph.D, Guru Besar Keamanan Pangan dari IPB. Sebagai peneliti pada Pusat Studi Hortikultura Tropis/Pusat Studi Buah Tropis IPB, ia memiliki kredibilitas lebih dari cukup untuk bicara soal ini.

Stroke, kanker karena pola makan keliru

Ia mengamati ada pergerakan dalam hal meluasnya non-communicable diseases. Penyakit-penyakit yang tidak menular (kanker, aterosklerosis, diabetes, stroke, artritis, obesitas, degenerasi makula karena usia, jantung koroner, osteoporosis), di tengah majunya teknologi dan industri obat-obatan masa kini, malah semakin banyak diderita orang.

Baca Juga : Kisah Tragis Para Ilmuwan yang Mati Kelaparan Justru di Tengah Gudang Penuh Makanan

Jika jeli mengamati, kaum awam pun dapat merasakannya. Bila dulu kita menganggap kanker itu penyakit ganas mengerikan yang hanya kita dengar kabarnya, kini kita semakin terbiasa menyaksikan si A atau si B dari lingkungan yang cukup dekat dengan kehidupan kita terkena kanker.

Angka kejadian stroke di Indonesia juga meningkat tajam bahkan tertinggi di Asia, dengan usia penderita yang semakin muda.

Sulaeman menengarai fenomena yang memiriskan hati ini sangat dapat dicegah dengan perubahan sikap. Makanlah yang benar. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Tingkatkan kekebalan tubuh sambil menekan asupan bahan kimia ke dalam tubuh kita.

Bahasa sederhananya: pilihlah makanan yang fungsional dan alami! Untuk itu, “Beli dan makanlah makanan lokal,” demikian ujarnya seperti calon pejabat sedang berkampanye.

Baca Juga : 14 Makanan Mengandung Zat Besi yang Perlu Kita Asup untuk Kesehatan Otot

Pangan itu bermacam-macam. Namun, tidak semua memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh. Saatnya mengubah persepsi bahwa makanan disantap terutama demi kenikmatannya. “Jangaaan, “ kata Sulaeman. “Makanlah demi fungsinya.”

Padi gogo yes, belalang juga!

Bahan pangan fungsional dan alami itu ternyata tidak juga sulit dicari. Tersedia di depan mata, sampai terabaikan.

November lalu bersama rekan-rekan media dan bloggers, Intisari diajak Pak Profesor dan PT Sari Husada, untuk membuktikan sendiri sekaligus menyicipi bahan-bahan pangan fungsional itu. Lokasinya justru di Gunung Kidul, kawasan yang pernah dikenal sebagai daerah gersang dan miskin.

Baca Juga : Istri Indro Warkop Meninggal Dunia: 6 Makanan Mudah Didapat yang Bisa Mengurangi Risiko Kanker Paru-paru

Di sana kami diingatkan kembali pada nasi merah yang terbuat dari padi gogo. Padi gogo ini padi yang ditanam di ladang, jarang disiram, disemprot, atau dipupuk.

Padi tidak disosoh, kulit arinya dibiarkan saja. Sudah organik dari “sono”-nya.

Kandungan serat pada padi gogo 2x lebih tinggi dibandingkan beras putih. Kandungan asam lemak esensial dan besinya pun lebih tinggi. Kandungan tiamin (vitamin B1)-nya juga lebih tinggi.

Tiamin ini penting untuk metabolisme karbohidrat dan neurotransmiter di otak. Jelaslah, tiamin sangat penting bagi kesehatan otak.

Baca Juga : Ngeri! Pria Ini Bertahan Hidup 41 Tahun di Hutan, Makanan Utamannya Hewan Menjijikkan Ini

Kasus bunuh diri yang semakin meningkat dari tahun ke tahun di wilayah itu, terlepas dari kepercayaan mistis setempat, ditengarai berkaitan dengan semakin jauhnya masyarakat meninggalkan makanan tradisional mereka.

Warna merah pada padi gogo ternyata merupakan antioksidan yang bisa membantu menurunkan kolesterol. Karena indeks glikemiknya rendah, nasi merah dari padi gogo pengganjal lapar yang awet.

Jenis pangan lain yang agak mengagetkan bagi orang luar Gunung Kidul adalah belalang. Ya, masyarakat Gunung Kidul biasa mengonsumsi belalang. Belalang goreng sebagai sumber protein yang tinggi, sumber vitamin A dan mineral (Fe, Ca, K, Zn), serta asam lemak esensial.

Pengolahannya, antara lain digoreng atau dibacem. Bagi sementara mungkin cukup sereem, tapi kandungan gizinya mantap.

Baca Juga : Tidak Hanya Telur, 13 Makanan ini Juga Mengandung Banyak Protein

Jelajah Gizi Eksplorasi Gunung Kidul ini ber -tagline “We are what, where, when and how we eat.” Sejalan benar dengan kampanye Sari Husada “Ayo Melek Gizi”. Gizi sebagai salah satu jalur pintas menuju sehat, seyogianya dijalani dulu sebelum yang lain.

Good food is good medicine. Setuju, Pak!

Baca Juga : Terkenal Brutal, Ini 6 Makanan yang Dikonsumsi Viking, Termasuk Telur Camar Liar

Artikel Terkait