Tak terdengar suara lain, kecuali keluh kesah dan doa para penumpang Indonesia di geladak depan, yang yakin bahwa ajal mereka segera akan sampai.
Akhirnya pada malam menjelang tanggal 28 kami melihat sekelumit cahaya membersit di langit!
Seberkas sinar bulan pucat berhasil menembus awan gelap. Ketika itu sekitar pukul empat pagi. Di kapal orang bersorak-sorai gembira dengan rasa syukur dan lega.
Memang masih ada batu apung dan abu turun ke geladak, tetapi paling tidak kami bisa melihat sekelilingnya dengan agak jelas.
Kami masih berlayar menyusuri pantai Sumatra. Nampaknya pantai sangat sunyi. Yang dulunya ditumbuhi pohon-pohon kini hanya tersisa tunggul bekas batangnya yang patah.
Laut penuh dengan kayu dan batu apung, yang di pelbagai tempat mengumpul menjadi semacam pulau besar yang menutupi jalan masuk ke Teluk Lampung.
Baca Juga : Hindari Perburuan oleh Manusia Ikan-ikan Ini Terpaksa Berlindung di Kawah Gunung Berapi Bawah Laut
Tampang kapal Loudon benar-benar mengejutkan. Lebih mirip kapal yang tenggelam sepuluh tahun di dasar laut dan baru diangkat kembali.
Kami melayari Selat Sunda dan pagi-pagi sekali Krakatau nampak kembali.
Sekarang kami baru mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Seluruh pulau itu meledak sampai hancur lebur dan sebagian besar hilang.
Dinding kawahnya sama sekali runtuh, kami hanya melihat celah-celah raksasa yang mengeluarkan asap dan uap.
Di laut, antara Pulau Sebesi dan Pulau Krakatau yang tadinya masih merupakan jalur pelayaran, kini bermunculan pulau-pulau vulkanik kecil dan berpuluh gosong karang timbul dari permukaan air. Pada delapan tempat tampak asap dikelilingi uap putih dari laut.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR