Ketika para milisi yang ditugaskan mengangkat mayat-mayat diperiksa, maka banyak terdapat dalam saku mereka, potongan-potongan jari dengan cincin melilitnya. Daiam dua hari, tiga ratus perampok mayat dijadikan mayat juga.
Pada tumpukan batu tersandar sebuah mayat. Pada dadanya ditempelkan tulisan: Inilah iklan. Dan pada sudut jalan di dekatnya di situ terpampang pengumuman” “Jangan pakai WC. Tidak taat akan ditembak mati.”
**
Tetapi di samping adegan-adegan yang menyeramkan itu, ada sesuatu yang bernada lain. Para wartawan dan pengarang yang keluyuran di kota itu kerapkali tercengang menyaksikan humor dan vitalitas yang berseri dimana-mana.
Di bagian kota yang tidak tergenang api, klub-klub masih terbuka. Tiap malam, penuh sesak. Aturan-aturan lama dihapuskan. Hanya satu tambahan: “Tunjukkan dirimu optimis.”
Baca Juga : Desain Rumah Tahan Gempa Ini Bukti Nyata Nenek Moyang Bangsa Indonesia 'Bersahabat' dengan Gempa
Dalam hari-hari bencana itu, ada 150 bayi yang lahir. Kebanyakan sebelum waktunya. Puluhan ibu meninggal karena tidak ada perawatan.
Orang-orang yang meninggal, karena tidak ada wakta untuk menguburkannya, diangkut oleh angkutan laut, untuk diserahkan kepada “ibu laut”.
Pada tanggat 20 April yang telah menghanguskan kota mulai sekarat. Akhitnya para pemadam api pulang dengan pawai kemenangan. Seruling dan loncengnya disambut dengan terompet dari segala penjuru.
Dari kamp-kamp orang bermunculan. Mereka saling berpelukan. Kebakaran telah berakhir. Beberapa jam kemudian puluhan orang diangkut ke rumah sakit. Mengapa?
Tangan mereka hangus. Karena saking semangatnya mau membangun rumah mereka, mereka telah mengadu tangan mereka dengan batu-batu bata yang masib merah membara.
Baca Juga : Pascagempa Bumi dan Tsunami 2011, Pemerintah Jepang Bangun ‘Tembok Besar’ untuk Lawan Ancaman Tsunami
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR