Kemudian diadakan ujian akhir bahasa Jepang. Hasilnya diserahkan kepada pihak sponsor. Dari situ diketahui, apakah seseorang betul-betul mengikuti pelajaran dengan baik atau hanya main-main.
Baca Juga : Mengerikan! Seperti Inilah Proses Hukuman Mati di Jepang
Setelah selesai mengikuti ujian bahasa Jepang tersebut, diadakan study tour selama kurang lebih satu minggu. Dalam study tour ini kami beserta rombongan Indonesia lainnya meninjau pabrik industri besar dan melihat-lihat pemandangan alam yang indah-indah.
Setelah malam perpisahan, saya menuju ke asrama karyawan milik perusahaan, tempat saya akan menjalani latihan kerja. Di asrama perusahaan ini keadaannya tidak sebaik di Kenshu Center, terutama dalam hal makanannya, betul-betul khas Jepang.
Saya melihat di asrama ini orang Jepang makannya hemat sekali. Bayangkan, sarapan pagi kadang-kadang hanya dengan nasi putih, teri mentah yang dicelupkan ke saus.
Bagi saya sangat beruntung kalau disediakan telur, bisa diceplok. Kalau ada tempura pun sudah cukup. Tetapi sedih kalau disediakan "Sasimi" (ikan laut, udang laut, sotong yang serba mentah). Baru melihat saja sudah mual.
Baca Juga : 'Karang Bunuh Diri', Tempat Ribuan Tentara Jepang Bunuh Diri karena Malu Setelah Kalah Perang
Di pabrik pun tak kalah repotnya. Setiap hari saya harus menyediakan uang sendiri untuk membeli makanan di kantin seperti halnya karyawan lain. 200 Yen (Rp 540,—) untuk nasi dan lauk pauk, 100 Yen (Rp. 270,—) untuk Udong (mierebus), sebagai makan siang.
Bagi saya yang beragama Islam, "setiap hari pula saya harus menanyakan "Butu ga haite imasuka" (Apakah ada daging babi di dalamnya). Karena memang banyak sekali masakan Jepang yang dicampur dengan daging babi.
Pada kesempatan menjalani praktek kerja di pabrik, penguasaan bahasa Jepang saya ternyata masih sedikit. Kadang-kadang saya kurang mengerti, apalagi kalau sudah menjurus ke masalah teknik dan manajemen. Terpaksa setiap hari harus mengantongi kamus. Kalau masih tidak mengerti juga, paling-paling saya gunakan bahasa tarzan.
Saya tidak begitu banyak mengharap dapat belajar dari buku-buku teknik dan manajemen di Jepang. Kebanyakan ditulis dengan huruf kanji.
Baca Juga : Gara-gara Ulah Pesawat Jet F-16, Nelayan Jepang Minta Ganti Rugi Rp12 Miliar kepada Amerika
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR