Berbekal pengalaman sebagai penerbang di era kolonial Belanda, Adisutjipto pun bersedia membantu Suryadarma dan mereka kemudian berangkat ke Yogyakarta.
Baca juga: Leo Wattimena, Pilot Sangar AURI yang dapat Medali Bintang Sakti Justru Sebelum Berperang
Di lapangan udara Maguwo, Adisutjipto bersama sejumlah teknisi pesawat mantan KNIL bertugas menghidupkan pesawat peninggalan Jepang jenis Churen.
Setelah mesin Churen hidup tapi belum diterbangkan, Adisutjipto kemudian dikirim ke Lapangan Udara Ciberureum, Bandung untuk menerbangkan pesawat jenis Nishikoren yang sudah berhasil dibenahi oleh para teknisi mantan KNIL dan dalam kondisi siap terbang.
Ketika sudah tiba di Cibeureum, Adisutjipto berusaha keras memahami cara menerbangkan pesawat Nishikoren karena merupakan pesawat tempur yang baru pertama kali dilihatnya.
Adisutjipto sebenarnya dilanda kebingungan karena selain merasa sangat asing, Nishikoren juga tidak memiliki selembar panduan sama sekali dan dokumen apapun karena sudah hilang.
Apalagi tulisan-tulisan pada kokpit Nishikoren menggunakan huruf kanji Jepang dan sulit sekali dipahami.
Tapi setelah sekian lama berusaha memahami cara menerbangkan Nishikoren dengan melakukan tes mesin dan menjalankan pesawat di darat (ground test), akhirnya Adisutjipto, meski bermodal nekat, bisa menerbang pesawat yang sudah berlogo Bendera Merah Putih itu pada 10 Oktober 1945.
Tidak hanya sukses menerbangkan pesawat Nishikoren, Adisutjipto juga berhasil menerbangkan Churen di Yogyakarta pada 27-28 Oktober 1945.
Atas prestasinya yang luar biasa itu, Adisutjipto pun menjadi orang pertama di Indonesia yang berhasil menerbangkan pesawat tempur.
(Sumber : Bapak Angkatan Udara Suryadi Suryadarma, Penerbit Buku Kompas, 2017).
Baca juga: Tragis, Sibuk Main Ponsel, Ibu Ini Tak Sadar Anak-anaknya Tenggelam di Pantai
Source | : | dari berbagai sumber,tni-au.mil.id |
Penulis | : | Agustinus Winardi |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR