Advertorial
Intisari-Online.com – Namanya singkat, igo. Tapi sejarahnya panjang. Ada yang menyebut permainan "catur Jepang" ini ditemukan oleh Shun, Kaisar Cina yang berkuasa tahun 2256 - 2206 SM.
Ada yang berpendapat, jauh lebih awal lagi, yakni zaman Kaisar Yao, tahun 2357- 2256 SM. Tapi ada aliran lain yang percaya Kaisar Kieh Kwei (1818 - 1767 SM) atau si penemu permainan kartu itu, yang mengembangkannya.
Sejak awal igo memang tercipta untuk tujuan meningkatkan kecerdasan.
Dan sebagai permainan aristokrat, kaum terpelajar di Cina saat itu harus menguasai igo sebagai kemampuan dasar, di samping kaligrafi, seni lukis, atau bermain guqin. Keempatnya dikenal sebagai Empat Seni Kaum Terpelajar Tiongkok.
Baca juga:Jangan Remehkan Adu Panco, Ternyata Permainan Ini Juga Berbahaya Lho!
Igo mulai masuk ke Barat, abad 17, yang diperkenalkan matematikawan Jerman, Leibniz, lewat tulisannya yang panjang tentang permainan ini.
Popularitasnya naik setelah pecatur terkenal Edward Lasker meluncurkan buku Go and Go Moku.
Setahun kemudian, terbentuklah American Go Association (AGA) yang mengatur pertandingan-pertandingan igo di Amerika Serikat. Igo semakin populer.
Permainan igo mirip catur. Bedanya, papan igo berukuran 19x19 kotak dan tidak ada bidak-bidak yang disusun menurut suatu aturan resmi.
Baca juga: Inilah 10 Fakta Mencengangkan Permainan Catur yang Tak Pernah Anda Ketahui
Permainan dimulai dengan suatu papan yang kosong dan pemain bergiliran meletakkan batu hitam dan putih di atas interseksi (titik temu antargaris) pada papan hingga permainan selesai.
Karena itu bukan hanya menuntut logika dan konsenstrasi, tetapi juga kreativitas.
Otake Hideo, pemain igo profesional asal Jepang malah berpendapat, kreativitas adalah unsur utama dan pemain harus memilikinya.
Tujuan akhir pemainan ini bukan mengalahkan raja, melainkan memperoleh teritori terbanyak. Igo sendiri artinya "permainan mengelilingi wilayah".
Kedua pemain dengan segala daya dan upaya berebut, serta terkadang harus merelakan untuk memperoleh lebih banyak wilayah di atas papan.
Dari sini muncul filosofi igo, yakni memenangkan pertandingan tanpa menghancurkan lawan. Pemain mungkin saja memperoleh teritori lebih banyak tanpa membunuh.
Kuncinya, berbagi. Selama pemain mau berbagi wilayah dengan lawan, dia dapat keluar sebagai pemenang dengan teritori terbanyak.
Jalannya permainan igo yang terdiri atas tiga babak juga disebut-sebut serupa dengan kehidupan manusia.
Baca juga:Permainan Masa Kecil Ini Bahkan Sudah Ada Sejak Zaman Romawi, Bahkan Sampai ke New York
Papan yang semula kosong lalu diisikan batu-batu di atasnya, diumpamakan seperti manusia yang lahir kemudian mengembangkan dunianya.
Babak tengah permainan menggambarkan kehidupan manusia usia 20-40 tahunan di mana banyak hal menyenangkan sekaligus memusingkan yang terjadi. Pilihan pembukaan yang diambil oleh pemain akan mempengaruhi pertengahan permainan ini.
Pada babak akhir permainan, seseorang akan mulai mengumpulkan hasil yang ditabur semasa aktifnya. Pemain mulai mengumpulkan wilayah dan saat permainan berakhir, semua dihitung. Pemenang ditentukan oleh wilayah yang dikumpulkannya.
Di negeri kita igo juga berkembang dan sudah berdiri Federasi Igo Indonesia (Fll) pada tahun 2008.
Tim Indonesia juga turut serta dalam berbagai kejuaraan internasional seperti turnamen tahunan World Amateur Go Championship di Jepang, Korean Prime Minister's Cup di Korea Selatan, SEA Games, dan Asian Games.
Setiap tahun di Indonesia juga diadakan turnamen persahabatan empat negara, yakni Cina, Korea Selatan, Jepang dan Indonesia, yang disponsori Japan Foundation. [Biondy Alfian – Intisari September 2010]