Seorang pemuda dengan suara lembut, sebut saja bernama Imran, mengatakan kepada saya bahwa kelompok garis keras yang melakukan rekrutmen memanipulasi anak muda yang kehilangan arah dan mendorong mereka untuk bergabung ke ISIS.
"Seperti kakak laki-laki berkata kepada saya, seperti ayah yang mengatakan, 'Berhenti memakai narkoba, berhenti memukul orang lain. Bergabung dengan kami saja. Berperang untuk Allah. Berperang untuk kebebasan Muslim. Muslim dibunuh dan diperkosa. Anda membuang-buang kehidupan. Anda tidak mendapatkan apa pun dari orang Swedia," kata Imran.
"Pria ini adalah seorang penjahat sama seperti saya dan melakukan banyak keburukan. Dan sekarang dia mendatangi saya dan mengatakan, 'Anda harus berubah'".
Imran pada mulanya sangat berkeinginan melakukan perjalanan ke Timur Tengah dan bergabung ke ISIS. Tetapi, setelah melihat video dan foto kebrutalan mereka, dia mengatakan bahwa dirinya takut dan berkeinginan hidup di Swedia saja.
Situasi di daerah seperti Angered menjadi pemicu ketidakpuasaan yang siap meledak.
Anda menyaksikan ketidakpuasan terutama di antara generasi kedua yang "bukan etnik Swedia", itulah istilah yang dipakai di sini.
Kebanyakan orangtua mereka melarikan diri dari negara yang hancur karena perang untuk mendapatkan keamanan dan menemukannya di Swedia. Mereka sepertinya berterima kasih atas yang diberikan negara itu.
Tetapi, anak-anak mereka sering kali merasa didiskriminasi dan diasingkan sistem yang ada. Kebanyakan anak muda yang saya ajak berbicara merasa mereka terasing dari negara asal orangtuanya, tetapi juga tidak merasa sebagai orang Swedia.
Polisi berkurang
Masalah ini diperburuk dengan peningkatan jumlah pengungsi yang melarikan diri dari perang di Suriah dan Irak. Menerima pengungsi adalah bagian dari jati diri orang Swedia. Tahun lalu, Swedia menerima pengungsi dalam jumlah terbesar per tahunnya dibandingkan negara-negara Eropa lainnya.
Ulf Bostrom, mantan polisi Gothenburg yang menjadi "petugas integrasi" Swedia, memandang masalah ini terjadi karena berkurangnya jumlah polisi.
"Kami kehilangan lebih 50 persen polisi berseragam di sejumlah tempat, 50 persen," katanya.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR