Intisari-Online.com - Semua orang pasti pernah mendengar istilah masuk angin. Tapi, apa sebenarnya yang dimaksud? Sementara tiap orang punya persepsi sendiri, kalangan medis, dokter dan perawat, pun tidak dapat menjelaskannya.
Kalangan sekolahan jarang menggunakan istilah masuk angin. Mungkin karena logikanya tidak bisa menerima fenomena angin "masuk" ke tubuh. Mereka biasanya menggunakan istilah lain, yaitu tidak enak badan.
Padahal, kalangan bawah menggunakan istilah yang sama untuk menggambarkan berbagai fenomena yang tergolong tidak enak badan, seperti perut kembung, pegal linu, batuk, pilek, pusing, sakit kepala, demam, meriang, dan lain sebagainya. Akibatnya, segala ketidakjelasan itu menjadi peluang empuk produsen obat dan jamu antimasuk angin.
(Baca juga: Sudah Ada BPJS Kesehatan, Masih Perlukah Asuransi Penyakit Kritis?)
Yang tidak menyukai pahitnya jamu akan memilih kerokan atau pijat. Dengan kedua cara itu banyak orang masuk angin merasa lebih baik. Itu wajar saja.
Dengan dipijat, otot menjadi lemas dan pembuluh darah halus di dalamnya melebar sehingga lebih banyak oksigen dan nutrisi tersedia untuk jaringan otot. Toksin yang menyebabkan pegal pun dapat segera dibawa aliran darah untuk dibuang atau dinetralkan.
Dengan kerokan, pembuluh halus (kapiler) di permukaan kulit bahkan pecah dan terlihat sebagai jejak merah di tempat yang dikerok. Para pemijat selalu mengatakan, tanda merah itu merupakan bukti bahwa Anda masuk angin.
(Baca juga: Salah Satu Versi Kisah Putri Duyung Mirip dengan Kisah Jaka Tarub, Kebetulan atau Ada yang Terinspirasi?)
Padahal, orang sehat pun bila dikerok akan meninggalkan jejak merah yang sama. Hanya saja tidak pernah ada orang sehat yang dikerok, bukan?
Yang perlu diwaspadai adalah rasa masuk angin yang disertai keringat berbutir-butir besar. Atau, rasa masuk angin yang disertai nyeri, rasa tertekan, atau rasa berat di dada yang biasa disebut sebagai angin duduk. Ini mungkin merupakan gejala awal serangan jantung berat.
Di kalangan medis, fenomena ini acap disebut flulike syndrome.
Yang diperlukan orang yang mengalami kejadian demikian adalah pemberian oksigen dan obat khusus, bukan dipijat dan dikerok. Jadi, si pasien harus segera dibawa ke rumah sakit, paling baik dalam keadaan berbaring. Kejadian orang yang meninggal ketika dipijat, menunjukkan betapa penanganan yang salah dapat berakibat fatal.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR