Constantine, bekas raja Yunani yang diasingkan dari negaranya dan sekarang bermukim di Inggris, menambahkan, "Hanya dengan menilai sesaat, ia segera bisa tahu bahwa sesuatu keterlaluan atau tidak."
Presiden Republik Ceko, Vaclav Havel, punya kesan, "Saya kagum akan kemampuannya menggabungkan martabat tahtanya (dignity of throne) dengan cara menghadapi sesuatu secara tulus menurut kemampuannya."
Sedangkan sejarawan Inggris David Cannadine punya kesimpulan, "Selama berabad-abad monarki menjadi tujuan dan identitas orang Inggris, sekarang monarki lebih terefleksikan dalam sikap tenang; itu berkat kepemimpinan Ratu."
Ketenangan, kecerdasan, sekaligus hasratnya menegakkan monarki sesuai dengan tuntutan zaman, kata Cannadine, antara lain terbukti saat Perang Malvinas. Perdana Menteri Margaret Thatcher yang begitu emosional untuk segera menyerbu, sempat ditenangkan Ratu.
Bukan untuk ditolak, melainkan disarankan untuk meyakinkan kembali kemampuan Angkatan Bersenjata Inggris, agar kalaupun perang haruslah demi kemenangan.
Banyak analisis atas keberhasilan Ratu Elizabeth II memimpin "monarki internasional" (istilah ini dicetuskan oleh Frank Prochaska, pengarang buku Royal Bounty, antara lain karena cakupannya atas negara-negara persemakmuran).
Masing-masing bisa saling berhubungan, sebagaimana tercermin dalam komentar atau pujian tadi.
Ratu Elizabeth II benar-benar memisahkan urusan politik dengan kemasyarakatan. Kata Douglas Hurd, Ratu tidak mau merigulangi kesalahan mendiang ayahnya yang terlalu mencampuri urusan politik ketimbang seremonial.
Raja George VI ingin identik dengan kebijakan politik PM Chamberlain. Padahal sejarah membuktikan, langkah itu justru merugikan pamor raja sendiri.
Sejarawan juga mencatat, sejak pemerintahan Raja George III, keluarga kerajaan lebih identik dengan bidang sosial seperti pengabdian dan penyantunan. Pada akhir abad XVIII, misalnya, keluarga kerajaan tercatat menyantuni 18 lembaga.
Baca juga: Jadi Wanita Terkaya di Dunia, Inilah Isi Brankas Ratu Elizabeth II
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR