Advertorial
Intisari-Online.com – Bulan Puasa Ramadan 1412 H lalu, untuk kedua kalinya, kami alami jauh dari tanah air, yakni di AS.
Namun, sekalipun masyarakat muslim di sana jumlahnya sedikit, tapi gairah "menghidupkan" bulan suci Ramadhan tidak kalah dengan di tanah air.
Bulan Ramadhan tahun 1992 jatuh pada akhir musim dingin, di mana sebagian besar kota di wilayah Amerika bagian utara dan tengah masih mengalami turunnya salju.
Sedangkan di Washington DC yang tiap tahunnya paling banyak hanya mengalami 4 kali guyuran salju beberapa pekan beiakangan sudah mulai terasa hangat sebagai tanda-tanda datangnya musim semi.
Sekalipun udara dingin menggigit, tidak berarti udara di sana sesegar udara pegunungan. Tenggorokan malah kering dan cepat haus.
Baca juga: 7 Kiat Sukses Turunkan Berat Badan pada Bulan Puasa
Jika bulan Ramadhan jatuh pada musim dingin atau musim semi, maka lamanya masa berpuasa rata- rata 13 jam.
Tapi, jika bulan suci itu jatuh pada musim panas, maka lamanya puasa 16 jam.
Jadwal perjalanan matahari di musim dingin adalah: terbit pukul 06.20 dan semakin mundur 1 menit setiap harinya. Sedangkan pada musim panas, matahari akan terbit pukul 05.45 dan terbenam pukul 20.30.
Aktivitas keislaman di Washington DC berpusat di Islamic Center yang terletak di Massachusetts Avenue.
Inilah masjid terbesar yang terletak di tengah Kota Washington DC.
Kalau saya rindu pada suasana masjid, suara adzan, serta suara orang mengaji, saya pergi ke situ.
Di sana, saya bisa bertemu dengan teman-teman dari negara lain serta menanti saat berbuka puasa.
Baca juga: Puasa Selama 22 Jam per Hari, Ini Tantangan Ramadan yang Harus Dilalui Muslim di Islandia
Bulan puasa kali itu ditetapkan mulai tanggal 5 Maret 1992 dan Idul Fitrinya jatuh pada tanggal 4 April 1992.
Setiap pukul 17.00, ayat-ayat Al-Quran sudah dikumandangkan. Makin dekat saat berbuka makin banyak orang berdatangan.
Ketika saat berbuka puasa tiba, orang-orang dipersilakan ke luar menuju halaman masjid untuk segera membatalkan puasa. Di situ sudah tersedia berbagai minuman termasuk susu.
Setelah berbuka puasa, semua menjalankan salat magrib berjamaah. Sudah menjadi tradisi di Islamic Center untuk emngadakan acara berbuka puasa dilanjutkan dengan makan malam bersama.
Tempat makan malamnya di aula dengan menu ala Timur Tengah seperti nasi briani dan nasi kebuli.
Soalnya sebagian besar masyarakat muslim di Washington DC memang berasal dari Timur Tengah dan negara-negara Afrika Utara.
Baca juga: Rendang Tanpa Santan, Sehat dan Lezat Saat Puasa Sekaligus Lebaran
Setelah makan malam sebagian besar tetap tinggal untuk salat isya dan tarawih. Salat tarawih di sana tidak didahului ceramah.
Khusus untuk orang Indonesia, acara di bulan suci ini biasanya dilakukan di KBRI. Penganan besar selalu menjadi tanggung jawab tuan rumah.
Sedangkan untuk para bujangan seperti kami dibebaskan dari kewajiban membawa penganan kecil.
Ceramah agama diberikan bergantian oleh mereka yang biasanya mengikuti pengajian bulanan. Bagi pasukan bujangan ada keuntungan lain.
Setelah salat tarawih usai, sisa penganan boleh dibawa pulang. Kerinduan akan masakan Indonesia pun terpenuhi.
(Ditulis oleh Taufik Y. Wirawan. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 1993)
Baca juga: Rendang Tanpa Santan, Sehat dan Lezat Saat Puasa Sekaligus Lebaran