Advertorial
Intisari-Online.com -Setelah terjadi kerusuhan di Mako Brimbo, Depok, Jawa Barat, Rabu (9/15) dan Kamis (10/5) kemarin, penjagaan dan sistem pertahanan yang dibangun di markas-markas Polri diduga masih lemah.
Kelemahan pertahanan Polri itu ditunjukkan oleh penyerangan pemuda bersenjata pisau yang mengakibatkan satu personel intel Brimob gugur pada Jumat (11/5) dini hari.
Ironisnya personel Brimob yang gugur akibat sabetan pisau yang diduga beracun itu terjadi di dalam markas sehingga mengesankan Mako Brimob mudah diterobos.
Sabtu (12/5) pagi, Mako Brimob kembali kedatangan dua wanita yang sudah berada di lingkungan Mako dan diduga akan melakukan penyerangan menggunakan gunting.
Tapi kedua wanita yang masih remaja itu berhasil diamankan.
Baca juga:Terlalu Pendiam Adalah 1 dari 3 Ciri Orang yang Rawan Direkrut Teroris
Menyadari bahwa markas polisi ternyata gampang diserang, maka pada Senin (14/5) teroris kembali melakukan serangan bom bunuh diri di Poltabes Surabaya.
Jika diamati, dari Minggu (13/5) hingga Senin (14/5) pagi personel polisi dan anggota Brimob bersenjata lengkap memang sudah ditugaskan menjaga pintu gerbang markas-markas polisi.
Poltabes Surabaya yang diserang teroris menggunakan dua sepeda motor yang tepat berhenti di pos depan, jika dilihat dari CCTV hanya dipalang besi biasa dan sejumlah petugas yang berjaga hanya melakukan penjagaan standar di sekitar pos.
Setiap kendaraan yang masuk baik mobil maupun motor lewat di pos yang sama dan berhenti di pos untuk diadakan pemeriksaan.
Posisi pos jaga sekaligus pintu gerbang yang bisa dimasuki kendaraan tanpa ada hambatan sama sekali itu jelas memudahkan teroris untuk melakukan serangan.
Baca juga:Terjadi Rentetan Aksi Teror Dalam Dua Hari, Polri Singgung RUU Terorisme yang Masih Terganjal
Apalagi tujuan teroris adalah yang penting menyerang polisi tanpa harus masuk markas dan juga tidak peduli dengan orang-orang lain yang sedang berdiri di sekitar polisi.
Seharusnya penjagaan di pintu gerbang masuk markas polisi diubah sistem penjagaannya dengan cara menempatkan sejumlah barikade penghalang sehingga membuat antara pos jaga dan barikade penghalang menjadi berjarak.
Jika ada serangan teroris, mereka bisa terhalang terlebih dahulu oleh barikade sehingga tidak langsung menghantam markas polisi dan menimbulkan korban tambahan.
Barikade polisi pun perlu dibangun sekaligus sebagai ‘benteng pertahanan’ karena jika ada teroris menyerang menggunakan senjata api, barikade bisa sekaligus digunakan sebagai tempat berlindung.
Selain itu, barikade yang dibangun polisi juga bisa mencerminkan kesiapan polisi untuk bertempur sehingga membuat teroris harus berpikir dua kali untuk melakukan serangan secara mendadak.
Baca juga:Sebagai Garda Terdepan Perangi Terorisme, Ini 5 Fakta Menarik Densus 88
Barikade yang dibangun di tiap markas polisi memang merupakan pemandangan tidak nyaman bagi masyrakat luas, tapi dalam kondisi sedang terancam serangan anteroris, keberadaan barikade di kantor-kantor polisi pasti dimaklumi oleh masyarakat.
Selain itu dengan melihat barikade antiserangan teror, masyarakat sebenarnya bisa terpicu kewaspadaannya karena serangan teroris bisa berlangsung di mana saja.