Akibatnya banyak anggota Thaliban dan sekaligus Al-Qaeda yang melarikan diri, dan sejumlah di antaranya pulang ke tanah airnya, termasuk pulang ke Indonesia.
Di Indonesia para veteran pejuang Afghanistan itu ternyata tidak bisa menerima cara hidup orang Indonesia baik dari sisi relegius maupun budaya, lalu mereka membentuk kelompok tertentu untuk melakukan ‘koreksi’.
Baca juga: Konflik di Suriah Telah Memaksa Para Wanita Suriah untuk Saling Membunuh
Karena cara-cara yang diterapkan cenderung memaksa dan lewat kekerasan, maka kemudian mereka dikenal sebagai ‘kelompok garis keras’.
Aksi kekerasan itulah yang kemudian dikenal sebagai aksi teror karena tujuannya memang untuk menimbulkan ketakutan.
Ketika pasca penguasaan Irak dan Afghanistan oleh militer AS dan koalisinya, ternyata malah gagal mengendalikan terorisme global maka muncullah kelompok teroris ISIS, yang kemudian imbasnya ternyata sampai ke Indonesia juga.
Dengan perkembangan terorisme dalam berbagai bentuk dan kelompok, memang bisa disimpulkan bahwa militer AS sebagai ujung tombaknya telah gagal total dalam melaksanakan peperangan terorisme global.
Indonesia ‘yang sialnya’ ikut mendukung perang terorisme global itu, dan juga telah mendapat bantuan dari AS untuk memerangi aksi terorisme, ternyata telah menjadi sasaran aksi teror.
Tujuan aksi teror seperti yang terjadi di Mako Brimob Depok (Rabu-kamis,9-10/2018) dan Surabaya (13/5/2018), memang bisa dikatakan berasal dari imbas militer AS yang telah gagal mengendalikan perang melawan terorisme global.
Tapi aksi teror di Indonesia sudah berubah karena tujuannya adalah merongrong kewibawaan pemerintah RI.
Oleh karena itu aparat TNI dan Polri memang harus turun tangan untuk mencegah aksi-aksi teror berikutnya dan bibit serta perkembangan terorisme yang sesungguhnya makin tidak terkendali itu.
Baca juga: Hanya 1 Menit, Sakit Gigi Tak Tertahan Reda dengan 5 Bahan Alami ini
Source | : | dari berbagai sumber |
Penulis | : | Agustinus Winardi |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR