Advertorial
Intisari-Online.com -Jauh sebelum pemerintah AS melibatkan diri ke Kolombia lewat program Plan Colombia (1990-2016), yang justru makin memicu perang narkotika (drug war), situasi dalam negeri negara itu memang sudah kacau balau.
Lebih dari 50 tahun, negeri yang merupakan sumber penanaman koka (pohon penghasil kokain) terbesar di dunia itu dicabik-cabik perang saudara antara pasukan pemerintah dan gerilyawan Marxis, Revolutionary Armed Forces of Colombia (FARC).
Pemerintah Kolombia yang kemudian dibantu AS dengan target menghentikan perdagangan narkotika, melindungi jalur pipa minyak yang dialirkan dari Kolombia ke tanki-tanki milik AS, dan menumpas gerilyawan FARC, ternyata tidak segera mampu membereskan semua masalah itu.
Bahkan timbul konflik baru, yakni perang antargeng dan kartel narkotika serta badan antinarkoba AS, Drug Enforcement Administration (DEA).
Kepentingan AS di Kolombia sejatinya cukup banyak, tapi yang paling utama adalah kelancaran pengiriman minyak melalui pipa-pipa yang sangat panjang dan bermuara di Laut Karibia, tempat tanki-tanki AS berada.
Lebih dari itu, Amerika juga berkpentingan menumpas jaringan kartel narkotika di Kolombia.
Baca juga:Kisah Para Tentara Bayaran di Irak: Gajinya Gede Tapi Jadi Sasaran Favorit Pembom Bunuh Diri
Untuk menangani bisnis minyak dan membasmi perdagangan narkotika, AS tak hanya mengerahkan DEA dan membantu pemerintah Kolombia dengan uang miliaran dolar AS, taou juga mengirim para penasihat militer serta tentara bayaran yang bertugas melatih militer setempat.
Tantangan yang harus dihadapi militer memang cukup berat: gerilyawan FARC yang berjumlah sekitar 15 ribu personel dan memiliki persenjataan, yang canggih menguasai hampir seluruh desa di pedalaman Kolombia.
Selain mengandalkan sumber dana dari penjualan narkotika, FARC juga mencari dana dengan melakukan penculikan terhadap pejabat pemerintah, termasuk orang-orang AS yang sering berkeliaran di negara itu.
Jadi menggebuk narkoba berarti berperang pula melawan gerilyawan FARC yang sudah dikenal sebagai jago-jago perang itu.
Hingga saat ini masih banyak tentara bayaran yang sedang bertugas di Kolombia.
Baca juga:Sepak Terjang Tentara Bayaran, Selalu Bergelimang Uang Namun Harus Selalu Siap Menumpahkan Darah
Asal muasal tentara bayaran berwarga negara AS itu dipasok oleh DynCorp sejak 1997 dengan total nilai kontrak saat itu sebesar 600 juta dollar AS per tahunnya.
Tugas para tentara bayaran itu kadang malah melebihi porsi tentara regular AS karena selain melatih tentara Kolombia mereka juga bertempur melawan gerilyawan FARC.
Dari segi fasilitas, personel DynCorp termasuk dimanjakan dan membuat ngiler tentara regular Kolombia dan polisi antinarkotika yang sedang mereka latih.
Kendati tinggal di barak militer, personel DynCorp mendapat fasilitas mewah bak tinggal di hotel, kamarnya dilengkapi televisi dan komunikasi satelit, bisa minum minuman keras sepuasnya, merokok di mana pun mereka suka, dan lainnya.
Perlengkapan yang dibawa personel DynCorp ke Kolombia tak tanggung-tanggung mengingat yang dikerahkan mencakup sejumlah heli tempur Black Hawk, Ayres Turbo Thrushes, UH-1H Iroquois, Bell-212 Huey, T-65 Trush dan sejumlah pesawat OV-10 Bronco.
Baca juga:Terlibat Pencucian Uang Kartel Narkoba, Anak Pele Dipenjara
Berbeda dengan pengiriman personel DynCorp yang dilakukan secara rahasia, pengiriman pesawat-pesawat untuk mendukung program Colombia Plan itu secara legal dan diketahui oleh pemerintah AS.
Pesawat-pesawat itu rata-rata dipiloti dan diawaki oleh personel DynCorp sendiri dan sering terlibat pertempuran.
Pernah suatu kali salah satu helikopter Bell yang ditumpangi sejumlah awak DynCorp berhasil ditembak jatuh gerilyawan FARC.
Awaknya yang berhasil menyelamatkan diri sempat dikepung oleh gerilyawan FARC tapi personel DynCorp yang kemudian datang dengan tiga helikopter berhasil mengevakuasinya setelah melalui baku tembak sengit.
Sembilan puluh persen misi tempur yang dijalankan oleh polisi antinarkotika Colombia selalu menggunakan heli tempur.
Baca juga:DynCorp, Pabrik Tentara Bayaran yang Memproduksi Manusia Penjual Nyawa
Sedangkan pemakaian helikopter oleh personel DynCorp dan militer Kolombia biasanya untuk penyelamatan sandera.
Khusus untuk pesawat OV-10 Bronco, personel DynCorp biasa menggunakannya untuk menebarkan cairan kimia ke pohon-pohon koka.
Operasi ini mirim penjatuhan bom napalm atau hujan kuning dari udara saat Perang Vietnam.
Tak semua operasi yang melibatkan heli tempur sukses, dari tahun 1994-1997 ketika personel DynCorp sedang gencar-gencarnya melatih militer Kolombia, lima heli tempur dan tiga pesawat udara polisi berhasil ditembak jatuh gerilyawan.
Dari semua pesawat yang ditembak jatuh atau tertembak tapi hanya mengalami kerusakan korban jiwa yang ditimbulkan cukup banyak. Sebanyak 44 polisi antinarkotika tewas dan 72 orang lainnya luka-luka.
Sedangkan personel DynCorp yang tewas sebanyak tiga orang tapi untuk merahasiakan keberadaan mereka personel DynCorp itu dilaporkan sebagai korban dari warga sipil.
Sejak para tentara bayaran DynCorp bertugas di Colombia, mereka telah berhasil mencetak ribuan tentara bayaran yang siap ‘diekspor’ ke berbagai kawasan konflik.
Tentara bayaran Kolombia itu bahkan telah dikirim di konflik-konflik zaman terkini seperti konflik di Yaman.