Komandan Skadron 100 yang saat itu dijabat oleh Mayor Hamimi, menugaskan pilot Gannet yang baru saja menyelesaikan tugas pelatihan konversi, Kapten Amin Singgih, ke Ambon guna menyiapkan pangkalan bagi pesawat-pesawat Gannet.
Kapten Singgih berangkat ke Liang disertai prajurit Penerbal Sersan JC Seleky yang berasal dari Ambon.
Ketika tiba di bekas pangkalan udara Jepang semasa PD II itu kondisinya ternyata tidak terawat.
Hampir semua kawasan pangkalan ditumbuhi rumput tinggi dan landasan pacu yang tersisa nyaris tak bisa dipakai lagi.Hanya tersisa satu gubuk kecil reot dan nyaris ambruk.
Untuk menyiasati keadaan dan harus bekerja keras seperti peladang, Kapten Singgih dan Sersan JC Seleky menginap di mess TNI AL, (sekarang Lantamal IX) Halong, Ambon. Jarak antara Halong dan Liang cukup jauh sekitar 57 km.
Setiap pagi hingga sore, dibantu penduduk setempat yang merupakan pendatang dari Buton, Sulawesi Tenggara, pilot dan awak Gannet itu bekerja keras membangun pangkalan menggunakan peralatan terbatas.
Tak hanya peralatan kerja yang terbatas makanan juga seadanya.
Untuk makan siang para pekerja baik Kapten Singgih maupun Seleky bersiasat memanfaatkan buah kelapa yang dipetik dari pohon-pohon kelapa di sekitarnya.
Bahan bangunan yang seharusnya menggunakan batu atau kayu keras diganti dengan bahan-bahan yang berada di sekitarnya, khususnya pohon sagu.
Pembangunan fasilitas standar pangkalan, seperti kantor dan gudang, memanfaatkan pelepah kayu sagu yang berbatang keras (gaba-gaba) seperti telah digunakan para pendatang Buton untuk membangun rumah-rumahnya.
Gubuk kecil yang nyaris ambruk diperbaiki lagi dan diberi atap seng, lalu dicat putih mengunakan cat yang dibawa dari Halong.
Source | : | dari berbagai sumber |
Penulis | : | Agustinus Winardi |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR