Advertorial
Intisari-Online.com -Ketika TNI AD menerima sejumlah helikopter tempur jenis AH-64E Apache Guardian buatan AS pada Desember 2017, alutsista TNI AD benar-benar makin ‘nggegirisi’.
Sebagai helikopter tempur yang berfungsi untuk menghancurkan tank dan sasaran berat (heavy target) lainnya, Apache dilengkapi rudal-rudal ‘api neraka’ yang dikenal sebagai AGM-114 Hellfire.
Tidak hanya tank yang bisa dihancurkan Apache, helikopter musuh bahkan jet tempur lawan dapat dirontokkan oleh Apache menggunakan rudal-rudal AIM-92 Stinger.
Sedangkan untuk menghantam sasaran berupa sekelompok pasukan gerilya bersenjata, Apache juga bisa melumpuhkan gerilya atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) menggunakan senapan mesin Gatling (M230 Chain Gun).
Jika Gatling milik Apache sampai ditembakkan ke arah sekelompok gerilya bersenjata, sulit sekali ada yang bisa lolos karena Gatling bisa menembakkan ribuan peluru dalam satu menit.
Baca juga:Boyong 3 Heli Tempur Apache, TNI AD Bak Harimau yang Taringnya Makin Terasah
Oleh karena itu akibat mengerikannya Apache jika digunakan dalam peperangan, bagi para negara pembeli heli Apache, AS biasanya melarang penggunaan Apache untuk melawan gerilya atau tentara pemberontak yang nota bene masih warga negara bersangkutan.
Jika larangan AS yang tertuang dalam MOU negara pembeli Apache sampai dilanggar maka akan segera diterapkan embargo senjata, khususnya penghentian penyediaan suku cadang dan persenjataan Apache.
Biasanya negara pengguna heli Apache oleh AS hanya diijinkan memakai Apache dalam peperangan melawan negara-negara bukan sekutu AS.
Maka jika TNI AD tidak pernah sama sekali menggunakan Apache, misalnya hanya untuk sekedar menakut-nakuti KKB seperti yang ada di Papua karena memang terkait larangan dari AS itu..
Lagi pula TNI juga memiliki aturan sendiri untuk menggunakan alutsista canggihnya dan bukan asal memberangkatkan piranti tempurnya ke daerah konflik.
Baca juga:Narsis atau Totalitas? Pria Ini Rela Menyewa Helikopter Hanya Untuk Membuat Wanita Terkesan
Jika TNI harus menggunakan alutsistanya seperti tank dan heli Apache ke daearh konflik di tanah air, maka pemerintah dengan persetujuan DPR juga harus membuat payung hukum berupa status Operasi Darurat Militer.
Tujuannya adalah agar operasi militer TNI legal dan sesuai koridor HAM.
Jadi selama pemerintah hanya menjeniskan bahwa orang-orang bersenjata yang berusaha meronrong keamanan di wilayah RI hanya disebut sebagai KKB, maka yang diturunkan juga hanya pasukan POLRI yang di back up oleh sejumlah pasukan TNI.
Dengan demikian berdasar legalitas dari pemerintah RI sendiri dan juga adanya larangan dari AS maka heli-heli Apache TNI AD yang jumlah totalnya direncanakan 8 unit, memang tidak sembarangan dalam penggunaannya.
Apalagi tujuan utama pembelian heli Apache sebenanrnya memang untuk mempertahankan keutuhan NKRI dari ancaman serangan negara lain dan bukan dari dalam negeri sendiri.
Baca juag:Mujurnya Nasib Helikopter TNI AU Meski Sudah Dilubangi 23 Peluru Musuh
Dari sisi taktik dan strategi militer jika terjadi peperangan, heli-heli Apache akan menjadi pelindung efektif bagi tank-tank Leopard II TNI sekaligus penghancur bagi tank-tank lawan.
Selain itu dalam situasi damai, heli-heli Apache juga berfungsi sebagai alutsista untuk menjaga ruang udara RI.
Jika ruang udara RI aman, maka warga Indonesia pun otomatis terjamin kesejahteraan serta keamanannya.