Intisari-Online.com - Lantaran terbatasnya alat transportasi udara, dalam operasi militer mendukung integrasi Timor Timur (Timtim) ke wilayah Indonesia tahap awal (1975), TNI AU banyak melibatkan helikopter milik swasta.
Pelibatan pesawat-pesawat sipil untuk mendukung operasi militer itu memang sudah biasa dilakukan oleh TNI waktu itu.
Misalnya dalam operasi militer untuk merebut Irian Barat (Papua) dari tangan Belanda (1960-1963), pesawat-pesawat milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia juga dilibatkan untuk mengangkut pasukan dan logistik.
Pada 1978 penggunaan pesawat sipil khususnya helikopter dalam operasi militer di Timtim sudah dikurangi dan digantikan dengan sejumlah helikopter tempur TNI AU seperti NSA-330 Puma dan Sikorsky S-34T Twinpac.
Baca juga: Dengan Sangat Cepat, UFO ‘Kembar’ Melintas Sangat Dekat dengan Helikopter Penyelamat di Prancis
Selama beroperasi di Timtim, helikopter Puma yang dipersenjatai roket FFAR kaliber 70 mm dan di bawah kokpit dilapisi lempengan baja buatan para mekanik TNI AU belum pernah mengalami musibah.
Musibah baru dialami oleh helikopter Twinpac yang menggantikan helikopter Puma pada pertengahan 1979 akibat berondongan tembakan dari pasukan musuh, Fretilin.
Peristiwa penembakan terjadi Twinpac yang diterbangkan oleh Kapten Pnb Mutanto Juwono dengan kopilot Lettu Pnb Sulaksito.
Misi Twinpac saat itu adalah mengangkut satu regu pasukan Yonif-641/Raiders Kodam XII/Tanjungpura dan mengirim logistik berupa amunisi tempur ke Nahareka, Baucau.
Dalam misi tempur berisiko tinggi karena bisa disergap pasukan Fretilin, helikopter Twinpac juga membawa seorang penerbang helikopter lainnya, yakni Lettu Pnb Basuki.
Pengiriman pasukan dan logistik itu untuk membantu regu pasukan Raiders yang sedang terjepit dalam pengepungan pasukan Fretilin di Nahareka.
Demi proses pendaratan helikopter, personel Raiders menuntun pendaratan helikopter menggunakan radio PRC-77.
Source | : | dispenau |
Penulis | : | Agustinus Winardi |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR