Advertorial
Intisari-Online.com - Pada awal tahun 2018 ini kekuatan tempur TNI AD bisa dikatakan bertambah secara spektakuler setelah menerima 3 unit heli tempur AH-64 E Apache dari AS.
Sebagai heli tempur yang bisa dipersenjatai sejumlah rudal penghancur tank, senapan mesin Gatling yang bisa menyemburkan peluru ribuan butir per menitnya, dan senjata canggih lainnya, hadirnya Apache membuat kekuatan tempur TNI AD jelas makin bertaring.
Pasalnya sebelumnya TNI AD telah memiliki heli tempur buatan Rusia, Mi-35 yang dalam pertempuran bisa kerja sama saling bahu-membahu bersama Apache.
Alat utama sistem senjata (alutsista) berupa heli tempur bagi pasukan darat memang sangat dibutuhkan berdasarkan sejarah pertempuran yang pernah terjadi.
(Baca juga: Wanita Ini Usir Anak dan Menantunya yang Baru Menikah, Tapi Malah Disebut Mertua Idaman. Kok, Bisa?)
Ketika Perang Vietnam (1969-1975) meletus pasukan AS untuk melawan pasukan gerilya Vietnam Utara (Vietcong) menerapkan taktik tempur baru, yakni mobil udara dan kavaleri udara.
Untuk mendeteksi para gerilyawan Vietcong yang menerapkan taktik tempur hit and run, pasukan AS cukup mengirimkan pasukan dalam jumlah regu (tim intai) yang bertugas mendeteksi pergerakan pasukan Vietcong.
Jika pergerakan pasukan Vietcong yang bertempur ala pasukan gerilya RI dalam Perang Kemerdekaan RI itu sudah terdeteksi, tim intai pasukan AS akan memberikan informasi melalui radio.
Tak lama kemudian pasukan pengejar dan penghancur pun, seperti ranger dan raider tiba menggunakan puluhan bahkan ratusan helikopter tergantung kekuatan gerilya Vietcong yang harus dihadapi.
Operasi mobil udara menggunakan ratusan helikopter itu bahkan mampu mengangkut pasukan tempur berkekuatan satu batalyon (600 orang).
Selain itu selain sebagai heli-heli transport, ratusan helikopter yang dikerahkan AD AS (US Army) juga sekaligus merupakan heli serang (air cavalry) karena didukung oleh persenjataan yang memadai.
Operasi tempur menggunakan taktik mobil udara sekaligus air cavalry ini cukup efektif karena pasukan yang sedang bertempur di darat juga mendapat bantuan tempur dari udara.
Heli transpor yang dipersenjatai senapan mesin senapan mesin tipe Gatling, dan juga dilengkapi roket dengan cepat mampu mengeleminasi musuh yang berusaha bertempur dengan taktik hit and run itu.
(Baca juga:Saking Terisolasinya, Keluarga yang Tinggal di Wilayah Ini Tidak Tahu Jika Pernah Terjadi Perang Dunia II)
Saat ini pasukan TNI-POLRI masih berusaha secara gigih mengatasi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua tapi ternyata belum menggunakan heli tempur.
Ini disebabkan karena KKB belum dianggap sebagai pasukan musuh yang terorganisir dan situasinya juga bukan dalam kondisi darurat militer sehingga yang dilakukan hanya sebatas penegakan hukum sipil.
Oleh karena itu tugas pasukan TNI hanya mendukung tugas personel Polri yang berusaha menegakkan hukum sipil di Papua.
Persenjataan yang digunakan oleh pasukan TNI pun masih terbatas untuk mendukung tugas-tugas Polri dan bukan senjata berat seperti tank, jet tempur, dan heli tempur seperti Mi-35 dan Apache.
Penggunaan senjata berat itu hanya bisa dilakukan jika berlangsung operasi militer resmi yang disetujui oleh MPR/DPR dan kemudian diumumkan oleh pemerintah.
Padahal jika kekuatan TNI yang sudah didukung oleh puluhan heli tempur bisa dikerahkan untuk mengatasi aksi kekerasan seperti yang dilancarkan KKB, pasti dapat diselesaikan dalam waktu singkat.
Pasalnya heli Apache yang bodinya tahan terhadap gempuran senapan mesin dari darat memang dikhususkan untuk operasi lawan gerilya (counter insurgency).
Pada posisi terbang rendah Apache bisa menyapu pertahanan musuh menggunakan senapan mesin Gatling, roket, dan rudal penghancur perkubuan (Hellfire) dalam sekejap mata.
(Baca juga:Bikin Ngakak! Editan Photoshop Terhadap Pasangan Ini Sungguh Kelewat Batas!)