Advertorial

Ini 2 Pertanda Tsunami, 'Anak Bungsu' Gempa Bumi yang Lahir Sebagai Pembawa Bencana

Intisari Online
,
Mentari DP

Tim Redaksi

Bak makhluk hidup, gempa bumi punya anak-anak. Mereka adalah tanah longsor, tanah merekah, hingga tsunami.
Bak makhluk hidup, gempa bumi punya anak-anak. Mereka adalah tanah longsor, tanah merekah, hingga tsunami.

Intisari-Online.com -Pesisir pantai Banten diterjang tsunami setinggi 0,9 meter pada hari Sabtu (22/12/2018) malam.

Gelombang yang mengakibatkan sejumlah kerusakan itu, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) adalah tsunami.

BMKG menyampaikan kesimpulan tersebut setelah mendapatkan data dari 4 stasiun pengamatan pasang surut di sekitar Selat Sunda pada waktu kejadian tsunami, yaitu pukul 21.27 WIB.

Hasil pengamatan menunjukkan tinggi gelombang masing-masing 0.9 meter di Serang pada pukul 21.27 WIB, 0,35 meter di Banten pada pukul 21.33 WIB, 0,36 meter di Kota Agung pada pukul 21.35 WIB, dan 0,28 meter pada pukul 21.53 WIB di Pelabuhan Panjang.

Baca Juga : Kesaksian Fotografer Norwegia yang Melihat dua Gelombang di Pantai Anyer, Lalu Melarikan Diri Ke Hutan

Bicara soal tsunami, tahukah Anda bahwa tsunami adalah 'anak bungsu' dari gempa bumi?

Ya, bak makhluk hidup, gempa bumi punya anak-anak. Mereka adalah tanah longsor, tanah merekah, hingga tsunami.

Jika kedua anak pertama mudah muncul tak lama setelah sang induk mengguncang, lain dengan si bungsu. Tsunami baru 'lahir' dan menyerang jika sejumlah syarat terpenuhi.

Tsu berarti pelabuhan, sementara nami berarti gelombang.

Dalam khasanah kata-kata Jepang, tsunami berarti gelombang laut mahadahsyat yang menghantam pelabuhan atau dataran di Jepang.

Karena ombak raksasa ini juga pernah menerjang beberapa wilayah di dunia, nama ini pun populer di seantero dunia.

Sejak tahun 1600-an Sebelum Masehi konon sudah 2.000-an kali tsunami menyerang berbagai pantai di berbagai negara.

Pangkal penyebabnya adalah rekahan di dasar laut.

Bisa oleh karena penunjaman atau subduksi lempeng, pergerakan patahan, letusan gunung api di dasar laut, dan tumbukan benda ruang angkasa.

Baca Juga : Pada Hari Tsunami Terjadi, Suami Tantri Kotak Sekeluarga Sempat Akan Berlibur ke Pantai Anyer, Namun Diurungkannya

Untuk bisa menimbulkan tsunami, rekahan ini harus sangat lebar dan panjang.

Intinya adalah ketika rekahan dasar laut itu tiba-tiba terjadi, air laut dalam volume besar akan tersedot ke dasar rekahan.

Namun, karena permukaan laut akan segera menemui ketinggian normalnya kembali, air di sekitarnya dalam volume besar akan mengisi penurunan permukaan tersebut.

Proses harmonisasi kembali secara tiba-tiba itulah yang menciptakan efek gelombang ekstrem yang biasa disebut tsunami.

Jika rekahan itu terjadi dekat daratan, akibatnya tentu bisa dibayangkan.

Seperti yang terjadi di Aceh (26 Desember 2004) dan Pesisir Pangandaran-Kebumen, selatan Jawa (17 Juli 2006), dalam sekejap tsunami akan melibas daratan di sekitarnya.

Kekuatannya sanggup menjebol bangunan atau benda apa saja yang merintanginya.

Kecepatannya masih sulit diantisipasi karena bisa mencapai 970 km/jam atau setara dengan kecepatan pesawat jet Boeing B747!

Dua gejala alam yang sebenarnya bisa dijadikan pratanda. Pertama, surutnya muka air pantai secara drastis.

Penyurutan ini bisa mencapai puluhan hingga ratusan meter. Karang-karang sontak bermunculan dan ikan-ikan bergeleparan kehilangan tempat hidupnya.

Baca Juga : Tak Hanya Indonesia, Seluruh Dunia Berubah 'Mencekam' Seperti Ini Ketika Terjadi Erupsi Krakatau

Kedua, yang belakangan disimak saksi peristiwa tsunami Pangandaran, Jawa Barat (Senin, 17/7/2006), adalah munculnya suara dentuman keras dari arah laut disertai menyeruaknya kabut (semacam awan) yang memanjang ke atas.

Dentuman ini tak selalu ada, namun dimungkinkan oleh efek rekahan yang dahsyat.

Pratanda kedua bersifat memperkuat yang pertama. Jika pratanda seperti ini muncul, larilah segera menjauh ke tempat yang lebih tinggi.

Penyurutan ini dalam beberapa menit akan terisi lagi oleh air dalam volume besar.

Air biasa meluber ke daratan dan menjalar hingga hingga ratusan meter, menerjang apa saja dan setelah mencapai titik maksimal akan berbalik lagi ke laut.

Jadi, seperti juga gempa, tsunami pun sesungguhnya peristiwa yang alamiah saja.

Namun demikian, tidak semua gempa di dasar laut bisa menghasilkan tsunami.

Tsunami baru dimungkinkan muncul rekahan yang terjadi menimbulkan gempa berkekuatan minimal 5 Skala Richter. (Agustinus Winardi)

(Sumber :Gempa Jogja, Indonesia, & Dunia, Edisi Khusus Majalah Angkasa, PT Mediarona Dirgantara.2006)

Baca Juga : Kesaksian Warga Selamat dari Tsunami Banten, Mengaku Merasakan Fenomena Aneh Ini di Pantai Anyer Sebelum Bencana Melanda

Artikel Terkait