Advertorial
Intisari-Online.com - Pesisir pantai Banten diterjang tsunami setinggi 0,9 meter, Sabtu (22/12/2018) malam.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Rahmat Triyono memaparkan ada dua peristiwa yang memicu gelombang tsunami di sekitar Selat Sunda tersebut.
Kedua peristiwa itu adalah, aktivitas erupsi anak gunung Krakatau dan gelombang tinggi akibat faktor cuaca di perairan Selat Sunda.
Untuk kasus ini, Triyono juga menyebut bahwa tidak ada aktivitas seismik di sekitar lokasi gelombang tinggi.
Meski begitu gempa bumi memang dapat menjadi salah satu faktor penyebab tsunami.
Namun tak semua gempa bumi juga dapat sebabkan tsunami.
Mengapa beberapa gempa bumi menyebabkan tsunami sementara yang lain tidak?
Beberapa faktor yang sangat berperan termasuk: kekuatan gempa, arah gerakan gempa dan topografi dasar laut.
Baca Juga : Tsunami Banten, Bukti Bahwa Hanya Soal Waktu Tsunami Terjang Wilayah Indonesia
Pertama, besarnya gempa, yang merupakan ukuran amplitudo gelombang seismik terbesar yang tercatat untuk gempa bumi, harus melebihi ambang batas tertentu.
Dilansir dari Live Science, ahli geofisika Don Blakeman dari Pusat Informasi Gempa Bumi Nasional Survei Geologi AS (USGS) mengatakan bahwa Gempa bumi di bawah 7,5 atau 7,0 biasanya tidak memicu tsunami.
Namun, kadang-kadang gempa dengan kekuatan 6,0 skala Richter dapat memicu tsunami lokal yang lebih kecil dan kurang merusak.
Misalnya saja gempa yang melanda Haiti pada Januari 2010.
Bencana itu sebenarnya memicu serangkaian kecil tsunami lokal.
Tetapi karena gempa susulan tidak melebihi kekuatan 5,3, mereka tidak cukup besar untuk menyebabkan tsunami tambahan.
Gempa bumi memicu tsunami ketika aktivitas seismik menyebabkan tanah di sepanjang garis patahan bergerak naik atau turun.
Ketika bagian-bagian dasar laut bergeser secara vertikal, baik yang naik atau turun, seluruh kolom air menjadi bergejolak.
Baca Juga : Diduga Jadi Penyebab Tsunami Banten, Gunung Krakatau Ternyata Raih Volcano Cup 2018, Pilihan para Vulkanolog
Hal ini menciptakan "gelombang" energi, yang kemudian akan mendorong air.
Menurut ahli geofisika USGS, John Bellini, gempa bumi yang mendorong daratan terutama ke arah horisontal cenderung menyebabkan gelombang dahsyat.
Ketika energi mendorong lempeng secara horizontal, tanah itu tidak menaikkan atau menurunkan air di atasnya sehingga menyebabkan tsunami.
Ketinggian gelombang tsunami dipengaruhi oleh gerakan vertikal tanah, sehingga perubahan topografi dasar laut dapat memperkuat atau meredam gelombang saat bergerak.
Don Blakeman mengungkap fakta bahwa saat bergerak di lautan, gelombang tsunami biasanya bergerak hingga 500 atau 600 mil per jam atau sekitar 800 sampai 965 km per jam.
Namun itu akan melambat saat mengenai pesisir atau menuju ke daratan.
Lebih jauh, Blakeman juga menyebut bahwa air yang tiba-tiba surut dari pantai secara drastis merupakan tanda awal peringatan alam akan datangnya tsunami.
Satu hal yang tidak mempengaruhi tsunami adalah cuaca.
Baca Juga : (Video) Detik-detik Panggung Seventeen Diterjang Tsunami, Tepat Saat Ifan Minta Penonton Tepuk Tangan
Karena mereka ditenagai oleh energi dari dasar laut yang bergeser, ombak tidak terpengaruh secara signifikan oleh kondisi cuaca di sekitarnya, kata Blakeman.
Untuk menentukan apakah suatu gempa bumi akan menghasilkan tsunami, dan untuk memperkirakan seberapa parahnya gempa itu, para peneliti mengukur tinggi dan energi gelombang berikutnya dengan menggunakan sensor tekanan laut dan pengukur pasang.
Baca Juga : Gara-gara Harga Roti Naik Rp900, Negeri Ini Kini Berada Diambang Kekacauan Besar