Dari 493 personel Fallschrimjager yang dikerahkan, 43 personel gugur dan 99 personel lainnya terluka. Sedangkan pihak Belgia yang bertugas di Fort Eben Emael, 60 personel gugur, 40 terluka, dan sekitar 1.000 personel lainnya tertawan.
Berkat kemampuan pasukan Fallschirmjager yang berhasil merebut Fort Eben Emael dan dua jembatan strategis lainnya dalam waktu singkat (dua hari) telah menaikkan posisi Fallschrimjager sebagai pasukan elit paling disegani.
Ada hal yang paling penting dan kemudian menjadi acuan bagi pasukan payung dunia yang bisa dipelajari dari kemampuan Fallschrimjager di medan tempur Belgia.
Latihan keras menggunakan media yang menyerupai target sasaran hingga mahir serta bertempur layaknya pasukan berkualifikasi komando.
Doktrin Fallschrimjager yang menerjunkan pasukan secara terpisah dengan persenjataannya dan rawan oleh sergapan lawan bahkan menjadi pelajaran berharga bagi pasukan payung dunia yang terus berkembang.
Pasukan payung kini tidak lagi terjun secara terpisah dengan senjata, namun terjun dengan senjata yang telah dimodifikasi sehingga tetap melekat di badan dan langsung siap tempur begitu menjejak daratan.
BACA JUGA: Menyeramkan! Pesawat Kiriman CIA Ini Sering Terbang di Langit Indonesia Tanpa Pernah Terdeteksi
PASUKAN WAFFEN-SS
Jika pasukan Fallschrimjager dikenal sebagai pasukan payung yang tersohor kemampuannya, sebagai pasukan Partai Nazi, Waffen-SS juga telah menunjukkan kehebatannya selama PD II.
Ketangguhan pasukan Waffen-SS khususnya yang merupakan keturunan Jerman (Arya) didorong oleh perasaan superior sebagai ras terunggul sekaligus sikap loyalitas total terhadap Nazi dan Hitler.
Sikap loyal bahkan cenderung fanatik tercermin dari semboyan Waffen-SS, Meine Ehre Heizt Treue (Loyalitas Adalah Kehormatanku).
Maka tidak mengherankan jika sepak terjang pasukan Waffen-SS yang personelnya terdiri dari ras Aryar bertempur secara fanatik dan kejam dari awal PD II hingga berakhirnya peperangan yang berlangsung di tanah Jerman.
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR