Pierre adalah salah seorang ajudan Jenderal A.H. Nasution. Ia berjanji akan pulang bersama suami saya keesokan harinya, tanggal 1 Oktober.
Tanggal 1 Oktober 1965, ketika suami saya datang menjemput ke rumah Pak Nas di Jl. Teuku Umar, ia heran sekali karena banyak tentara berjaga-jaga.
Suami saya bahkan ditodong dengan senjata ketika memasuki rumah Pak Nas. Pierre tidak ada. Kata salah seorang penjaga, Pierre dan Pak Nas sedang pergi bertugas. Jadi suami saya pun pulang sendiri ke Semarang.
Begitu penuturan Ny. Roos Jusuf Razak, adik Kapten Anumerta Pierre Tendean.
Ternyata hari itu terjadi suatu kudeta oleh PKI, yang kemudian dikenal sebagai G30S/PKI. Beberapa orang jenderal, dan juga Pierre, menjadi korban keganasan mereka. Berikut ini cerita kakak Pierre, Mitzi.
Sementara itu kami sekeluarga di Semarang tentu saja resah, karena Jenderal Nasution merupakan salah seorang yang diincar oleh manusia-manusia haus darah itu. Saya berusaha mencari informasi ke sana-kemari.
Pada tanggal 2, 3 dan 4 Oktober radio mulai menyiarkan secara lebih jelas apa yang sebenarnya telah terjadi.
Menurut berita, yang menjadi korban tujuh orang. Salah seorang di antaranya adalah Lettu CPM Pierre Tendean.
Walaupun nama adik saya disebut, saya masih belum yakin 100%, karena adik saya bukan dari CPM, tetapi Zeni.
Tak lama kemudian telepon berdering. Jenderal Suryo Sumpeno mengabarkan Pierre sudah tiada. Meledaklah tangis kami.
Makan gaplek
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR