Find Us On Social Media :

Lenin, Membuat Sejarah 'Berdarah' Berulang Terus di Rusia

By K. Tatik Wardayati, Selasa, 11 September 2018 | 16:15 WIB

Intisari-Online.com – Tanggal 30 Agustus 1918 adalah saat Lenin, pemimpin kudeta terhadap pemerintahan dan pendiri Partai Komunis di Rusia, ditembak oleh Fanya Kaplan, seorang revolusioner. Meski ia selamat, namun kesehatannya makin menurun.

Mari kita simak tulisan berikut ini yang diambil dari Majalah HAI edisi September 1991, ketika Republik Sosialis Uni Soviet tumbang dengan Lenin sebagai salah satu pemimpin kelompok radikalnya. Tulisan asli dari Majalah HAI berjudul Sejarah Berulang di Rusia.

Dulu kaum muda yang meruntuhkan kekuasaan para raja. Kini sistem yang diciptakan mereka mengalami nasib yang sama.

Sudah lebih dari sebulan Rusia jadi bahan berita. Semua koran bicara tentang negara ini. Ada ribut-ribut  tentang kudeta yang gagal, ada keinginan merdeka dari berbagai republik yang tergabung dalam Republik Sosialis Uni Soviet.

Baca juga: Bekerja Sama dengan Rusia-China Produksi Pesawat Siluman, Turki Makin Bikin Sewot AS

Rusia, ceritamu

USSR Union of Soviet Socialist Republics— negara yang kita bicarakan di sini berdiri tanggal 7 November 1917, setelah kaum Bolshevik (kelompok radikal yang berpaham Marxis) meruntuhkan kekuasaan Tsar Nicholas II.

Pada waktu itu bentuk pemerintahan Rusia memang kerajaan. Tapi kaum intelektual muda sudah tak puas lagi dengan pemerintahan otokrasi. Ketidakpuasan ini sudah dimulai sejak masa Alexander I (1801-1825).

Tapi keresahan yang muncul dijawab pemerintahan Alexander I dengan pengawasan ketat terhadap diskusi-diskusi yang dilangsungkan kaum muda. Akibatnya, muncullah organisasi-organisasi bawah tanah yang dipimpin  oleh intelektual muda progresif.

Tindakan mereka pun makin radikal. Alexander I meninggal mendadak pada Desember 1925, dan kelompok muda mencoba mengambil alih kekuasaan.

Baca juga:Hubungan dengan Barat Semakin Tegang, Rusia akan Gelar Latihan Perang Terbesar Bersandi Vostok 2018

Gerakan yang kemudian dikenal dengan sebutan Gerakan Kaum Desember ini gagal, dan menyebabkan Nicholas I, yang menggantikan Alexander I, menjalankan pemerintahannya dengan tangan besi.

Sejak saat itu perjalanan sejarah Rusia diwarnai dengan pertentangan kaum muda dengan kerajaan. Walau selalu ditindas, gerakan reformasiyang dilancarkan toh makin marak. Yang memuncak pada masa pemerintahan Nicholas II (1894-1917).

Untuk mengalihkan perhatian kaum buruh dan kaum petani, Nicholas menyulut perang dengan Jepang (1904-1905). Tapi Rusia mengalami kekalahan telak, dan justru menyebabkan ketakpuasan makin berkobar.

Sejumlah huru-hara muncul. Yang paling terkenal adalah Minggu Berdarah, peristiwa penembakan yang dilakukan tentara terhadap massa buruh yang berdemonstrasi di Saint Petersburg, 22 Januari 1905.

Baca juga: Suriah-Rusia akan Menghabisi Pemberontak, Pasukan AS Siap Menghadang, akankah Perang Dunia III Pecah?

Salah satu pemimpin kelompok radikal itu adalah Vladimir Mich Ulyanov. Lahir 22 April 1807 di Simbrisk, kota yang berada di tepi Sungai Volga, Ulyanov menamatkan studi hukumnya di Universtas Saint Peterburg dengan nilai paling tinggi.

Setelah itu ia memusatkan perhatiannya pada gerakan revolusioner. Pada masa inilah ia menggunakan nama samaran Lenin, yang kemudian terus menempel pada dirinya. Karena aktifitasnya, Lenin terpaksa hidup di pengasingan.

ta kembali ke Rusia pada 16 April 1917, atas pertolongan Jerman yang ingin memecah belah Rusia. Kedatangannya disambut hangat oleh para pengikutnya. Hanya tiga bulan setelah menginjakkan kaki di tanah airnya, ia sudah mencoba melakukan kudeta.

Tapi usaha pengambilalihan kekuasaan ini gagal. Dan Lenin terpaksa lari ke luar negeri.

Baca juga: Gawat Pengebom Nuklir Tu-160 Rusia Berpangkalan di Arktik, Jarak Menyerang ke AS pun Jadi Makin Dekat

Lenin kembali ke Rusia pada bulan September. la tak  membuang-buang waktu. Pada Oktober, ia melakukan usaha perebutan kekuasaan sekali lagi. Kali ini ia berhasil, karena dibantu oleh militer.

Vladimir Lenin, pendiri Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia, lantas membentuk Partai Komunis Rusia, yang kemudian menjadi satu-satunya partai politik di Rusia.

Pada saat itu juga muncul badan yang membuat keputusan, Politbiro, namanya. Semula, badan ini hanya berfungsi bila pemerintahan mengalami krisis. Tetapi tahun 1919, Politbiro berfungsi penuh sebagai penentu keputusan.

Anggota Politbiro terbagi dari anggota yang tak punya hak pilih dan yang punya hak pilih penuh.

Baca juga: Turki Tetap Bersikukuh Beli Sistem Rudal S-400 dari Rusia, AS pun Semakin Kuat Menentang

Tanggal 30 Desember 1922, berdirilah Republik Sosialis Uni Soviet. Pemerintahan ini terdiri dari  perserikatan 15 republik kecil yang tersebar dataran Soviet: Armenia, Azerbaijan, Belorusia, Estonia, Georgia, Kazakhstan, Kirgisia, Latvia, Lithuania, Moldavia, Rusia, Tadjikistan, Turkmenistan, Ukraina, dan Uzbekistan.

Pada masa itu, Lenin menjadi pemimpin Rusia. Dua tahun kemudian, Lenin meninggal dunia, dan digantikan oleh Josef Stalin.

Di bawah pimpinan Stalin, Partai Komunis Rusia berganti nama jadi Partai Komunis Uni Soviet (PKUS). Kedudukan Stalin digantikan oleh Nikita Kruschev. Tahun 1964, Kruschev disingkirkan oleh tim kepemimpinan kolektif di bawah pimpinan Leonid Brezhnev dan Alexei Kosygin.

Setelah Leonid Brezhnev menutup mata, digantikan oleh Yuri V. Andropov. Dan terakhir, Mikhail Gorbachev.

Baca juga:Mulai Digunakan, Inilah Boeing P-8 Poseidon, Pesawat Intai AS yang Paling Ditakuti Rusia-China

Dalam aturan pemerintahan, Politbiro dan Sekretariat Jendral PKUS memegang kendali pemerintahan hari lepas sehari di Uni Soviet. Dan Sekjen inilah yang kemudian jadi figur pemimpin tertinggi Uni Soviet.

Rusia, Sekarang

Rusia jadi bahan pembicaraan hebat, ketika pada tanggal 19 Agustus yang lalu, Sekjen PKUS yang merangkap jadi Presiden Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, dikudeta. Artinya, kekuasaannya direbut secara mendadak oleh mereka yang sudah memegang sejumlah kekuatan militer atau pemerintahan.

Dalam kasus ini, kudeta dilakukan oleh Komite Nasional, yang memakai Gennady Yanayev.

Baca juga: Hubungan Dengan Rusia-China Memanas, AS Aktifkan Armada Laut Era Perang Dingin

Berbeda dengan revolusi, yang gerakannya berasal dari rakyat, kudeta datang dari kalangan atas.

Untungnya berkat bantuan Presiden Republik Rusia, Boris Yeltsin, Gorbachev bisa kembali menduduki kursinya sebagai pemimpin tertinggi Uni Soviet.

Langkah selanjutnya yang dilakukannya, cukup berani: mengundurkan diri dari jabatan Sekretaris Jenderal PKUS, membubarkan PKUS, dan membiarkan sekian banyak republik yang tergabung dalam Republik Sosialis Uni Soviet, memerdekakan diri.

Berita terakhir, semua republik telah membebaskan diri.

Baca juga: Cucu Konglomerat Rusia Habiskan Rp40 Triliun untuk Pernikahannya, Hanya Agar Mantannya Kembali Padanya

Delapan memproklamirkannya pada tahun lalu, dan sisanya pada bulan Agustus yang lalu. Yang terakhir: Azerbaijan, pada tanggal 30 Agustus 1991.

Banyak orang yang meragukan kecerahan masa depan USSR ini.

Pasalnya, usaha Gorbachev memperbaiki kondisi negaranya lewat program perestroika (gerakan penstrukturan kembali dalam bidang ekonomi) dan glasnost (keterbukaan dalam bidang politik), kelihatan bakal menemui halangan yang cukup sulit.

Bayangkan, usaha itu ditujukan untuk negara yang bersatu padu. Sekarang manakah yang bisa disebut Republik Sosialis Uni Soviet?

Baca juga: Berniat Beli Sistem Rudal S-400 dari Rusia, Turki Bakal Langgar UU 'Penangkal Musuh AS'

Sementara itu, bagaimana urusan ekonominya? Soalnya selama ini setiap republik saling bergantung. Yang satu menghasilkan bahan mentah, yang lain membuat produknya.

Yang satu melulu mengurusi pertanian, yang lain industri. Selama ini, aturan tukar menukar itu diatur dari pusat. Kalau sekarang saling berpisah, siapa yang harus mengatur?

Lalu belum urusan senjata yang tersebar di seluruh tanah Rusia. Siapa yang berhak  mengendalikannya sekarang ini?

Tentu ini jadi bahan pemikiran yang cukup berat bagi pemimpin Soviet. Dan untuk itu, tindakan yang tepat dan cepat harus dilakukan. Kalau tidak... Entahlah. (reda)

Baca juga: Rayakan Hari Kemerdekaan, Ukraina Pamerkan Parade Militer Besar-besaran dan Siap Bertempur Lawan Rusia