Advertorial

PCC yang Sebenarnya, Bukan Golongan Narkotik

Agus Surono

Editor

Intisari-Online.com – Belakangan ramai dibicarakan pil PCC. Obat keras yang tak bebas diperjualbelikan ini menjadi perhatian lantaran membuat lebih dari 50 pelajar di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, mengalami gangguan jiwa dan berhalusinasi.

Menurut Deputi Bidang Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari di gedung BNN, Jalan MT Haryono, Cawang, Jakarta Timur, Kamis (14/9/2017), PCC itu singkatan dariparacetamol,caffeine, dancarisoprodol.

Mari kita telisik satu per satu kandungan dari pil itu.

Pertama, paracetamol, tentu banyak yang sudah tahu. Terutama yang suka bermasalah dengan sakit kepala. Soalnya kandungan ini menjadi bahan jualan di beberapa obat sakit kepala.

Parasetamol (acetaminophen) adalah pereda nyeri dan peredam demam. Mekanisme tindakan yang tepat tidak diketahui. Parasetamol digunakan untuk mengobati banyak kondisi seperti sakit kepala, nyeri otot, radang sendi, sakit punggung, sakit gigi, pilek, dan demam.

(Baca juga:Mengapa Ibu Hamil Perlu Hati-hati saat Mengonsumsi Parasetamol?)

Parasetamol mengurangi rasa sakit pada radang sendi ringan namun tidak berpengaruh pada peradangan dan pembengkakan sendi yang mendasarinya. Obat ini juga dapat digunakan untuk tujuan lain.

Kedua, kafein. Ini adalah stimulan sistem saraf pusat yang bekerja dengan merangsang otak. Kafein ditemukan secara alami pada kopi, teh, cola, dan cokelat. Sumber botani kafein meliputi kacang kola ,, dan yerba mate.

Kafein digunakan untuk mengembalikan kewaspadaan mental atau terjaga saat kelelahan atau kantuk. Kafein juga ditemukan dalam suplemen diet tertentu yang digunakan untuk menurunkan berat badan, dan banyak minuman energi.

Yang terakhir adalah carisoprodol. Ini adalah pelemas otot yang bekerja dengan cara memblokir sensasi nyeri antara saraf dan otak. Carisoprodol digunakan bersamaan dengan istirahat dan terapi fisik untuk mengobati luka dan kondisi muskuloskeletal yang menyakitkan lainnya.

Dalam sebuah penelitian, kombinasi carisoprodol, parasetamol (asetaminofen), dan kafein ternyata efektif dalam pengobatan fibromyalgia.

Fibromyalgia adalah gangguan medis jangka panjang yang menyebabkan nyeri di seluruh tubuh, sehingga menggangu aktivitas sehari-hari. Kondisi ini juga disebut dengan fibromyalgia syndrome (FMS).

Sebanyak 1 dari 20 orang mungkin mengidap fibromyalgia dengan berbagai tingkat keparahan. Penderita fibromyalgia sering menghadapi gangguan tidur, ingatan, suasana hati, dan kerap merasa kelelahan.

Selain itu, penderita fibromyagia biasanya mengalami kondisi lain seperti sakit kepala, gangguan temporomandibular joint (TMJ), sindrom iritasi usus, rentan merasa cemas dan depresi.

(Baca juga:Vitamin D Bantu Kurangi Rasa Nyeri)

Nah, jika ditelisik secara mendalam, memang tidak ada kaitan antara PCC dengan narkotika.

"Menurut literatur yang kami peroleh memang kandungan obat ini sementara ini bukan merupakan narkotik dan juga bukan yang sekarang ini tersebar di tengah masyarakat adalah jenis Flakka, bukan," kata Arman Depari.

Sementara itu Kepala BPOM Sulawesi Tenggara (Sultra) Adilah Pababbari menjelaskan, obat PCC biasanya digunakan sebagai penghilang rasa sakit dan untuk obat sakit jantung. PCC tidak bisa dikonsumsi sembarangan, harus dengan izin atau resep dokter.

Obat PCC berbeda dengan narkoba jenis baru, Flakka, yang juga sudah beredar belakangan ini. PCC merupakan obat ilegal yang tidak memiliki izin edar dan dijual perorangan tanpa adanya kemasan.

"Salah satu kandungan dari PCC sendiri yakni carisoprodol, yang tergolong dalam obat keras berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan No 6171/A/SK/73 tanggal 27 Juni 1973 tentang Tambahan Obat Keras Nomor Satu dan Nomor Dua," jelas Adilah di Kantor BPOM Sultra, Kendari, Kamis (14/9/2017).

(Baca juga:Flakka, Narkoba yang Diduga Bikin Puluhan Anak di Kendari 'Sakit Jiwa'. Lebih Berbahaya dari Kokain)

Arman memastikan BNN akan melakukan uji laboratorium untuk memastikan lagi kandungan pil PCC yang digunakan anak sekolah itu.

Sekadar tambahan, apa yang diungkapkan oleh dr. Frandy Susatia. Sp.S., dokter spesialis saraf RS Siloam Kebon Jeruk saat dikonfirmasi wartawan, Kamis 14 September 2017, ini amat menarik.

Sepengetahuan Frandy, obat PCC ini di Indonesia sudah sulit karena tidak beredar secara luas. “Sudah seharusnya ditarik dari peredaran. Kalaupun harus digunakan, tetap memerlukan pengawasan dokter.”

"Sudahenggak bisa beredar secara luas karena sangat ketat. Mereka sudah dioplos tidak pakai strip lagi. Sudah tiga-empat tahun susah, kalau pakainya kebanyakan bisa halusinasi, obat ini akan bereaksi setelah beberapa menit kurang lebih 30 menit langsung bereaksi," paparnya.

Nah, keterangan Frandy itu berkebalikan dengan di Kendari. Dalam pemeriksaan awal BNN, obat PCC ini sepertinya bisa didapat secara mudah oleh anak-anak sekolah dasar, maupun sekolah menengah pertama di Kendari.

"Harga 20 biji, Rp25 ribu. Ini sedang kita kembangkan," kata Arman Depari.

Dengan harga itu, maka satu butir obat PCC di pasaran dibanderol Rp1.250 per butirnya. Harga ini jelas sangat murah dan terjangkau oleh siapa pun. (*)

Artikel Terkait