Advertorial
Intisari-Online.com -Upaya pemerintah Indonesia untuk membantu rakyat Rohingnya yang sedang mendapat perlakukan tidak manusiawi dari pemerintah Myanmar patut didukung.
Sikap proaktif Indonesia dengan mengirimkan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi ke Myanmar menunjukkan bahwa politik luar negeri Indonesia yang bersifat non blok tapi berkarakter bebas dan aktif sedang berfungsi secara semestinya.
(Baca juga:Minoritas Etnis Rohingya Kembali Teraniaya: Siapa Sebenarnya Muslim Rohingya?)
Artinya Indonesia tidak bisa membiarkan perstiwa yang terkait tragedi kemanusiaan berlangsung di negara tetangga dengan tanpa melakukan langkah-langkah tertentu untuk kemudian menemukan solusinya secara proporsional.
Tindakan represif militer Myanmar kepada etnis Rohingya yang beragama Islam memang telah memicu empati sekaligus emosi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Tapi karena tragedi kemanusian yang sedang menimpa masyarakat Rohingya adalah masalah kemanusian, sebagai negara tetangga dan anggota ASEAN, pemerintah Indonesia memang harus menunjukkan empatinya.
Bahkan mulai muncul opsi dari masyarakat Indonesia yang sedang marah agar Indonesia mengirimkan pasukannya.
Pengiriman pasukan militer jelas tidak mungkin karena terkait politik non blok, kecuali masalah etnis Rohingya Myanmar diambil alih PBB, dan Dewan Keamanan PBB kemudian memutuskan untuk mengirimkan pasukan perdamaian.
Indonesia kemudian bisa tergabung ke dalam pasukan perdamaian PBB tersebut , itu pun dengan syarat tertentu, misalnya harus bersikap netral.
Yang jelas militer Myanmar bukan merupakan kekuatan yang mudah ditundukkan jika terjadi peperangan.
Khususnya Angkatan Darat Myanmar yang kerap melakukan serangan brutal terhadap pemukiman masyarakat Rohingya.
Angkatan Darat militer Myanmar yang pada tahun 2017 ini merayakan hari jadinya yang Ke-72 merupakan pasukan tempur yang cukup kuat.
Peringatan yang dilaksanakan secara meriah itu pun diwarnai parade militer dengan memamerkan alutsista yang mencerminkan kecanggihan tempur di Abad 21.
Tujuan utama parade militer besar-besaran yang dilaksanakan di kota Naypyitaw adalah untuk selalu siap memerangi terorisme internasional dan memperkuat ketahanan nasional.
Perayaan hari jadi AD itu sendiri merupakan peringatan atas kemenangan pasukan Myanmar ketika berhasil mengalahkan penjajah Jepang pada tahun 1945.
Sebagai hari kemenangan pertempuran dan sekaligus mengenang para jasa pahlawan yang telah gugur, peringatan yang diselenggarakn tiap 27 Maret juga dikenal sebagai Tatmadaw.
Sejumlah alutsista AD Myanmar yang dipamerkan dalam parade antara lain tank-tank lapis baja, meriam artileri, sistem rudal pertahanan udara, persenjataan antitank, dan lainnya.
Khusus untuk sistem pertahanan udara militer Myanmar antara lain memiliki alutsista Bae Dynamic Bloodhound MkII, KS-1A (China), SA-6 (Rusia), Pechora-2 M (Rusia) , dan lainnya.
Sistem pertahanan udara militer Myanmar iu jelas menunjukkan bahwa untuk menundukkan Myanmar melalui serangan udara juga tidak mudah.
Oleh karena itu pendekatan diplomatik yang dilakukan Indonesia demi mengatasi masalah etnis Rohingya di Myanmar melalui perundingan damai merupakan langkah yang sangat tepat.