Advertorial
Intisari-Online.com – Bagi seorang ibu muda, stuip atau kejang demam merupakan momok. Ada anak yang mudah mengalami stuip, ada yang tidak.
Penyebabnya juga macam-macam, namun kita bisa berusaha untuk mencegahnya, seperti yang dikemukakan oleh dr. Tatang Kustiman Samsi, dokter spesialis anak dari RS Sumber Waras, seperti dimuat di Majalah Intisari edisi November 1987.
“Cepat ambilkan sendok, Bi!" perintah seorang ibu dengan wajah tegang kepada Bi Inah. Dengan tergopoh-gopoh Bi Inah berlari ke dapur dan kembali menyerahkan sebuah sendok kepada majikannya.
Sang majikan berada dalam kamar bersama anak pertamanya yang baru berusia dua tahun. Belum sempat mengetahui apa yang terjadi dengan anak majikannya itu, Bi Inah sudah disuruh lagi mengambilkan sebotol alkohol di lemari obat.
Baca Juga : Anak Anda Demam? Jangan Diselimuti! Nanti Kondisinya Bisa Tambah Parah
Majikannya temyata bukan hendak memberi minum alkohol kepada anaknya, melainkan sedang berusaha menolong anaknya yang mengalami kejang-kejang akibat panas badan yang meninggi.
Mandi alkohol
Ketika anaknya mengalami kejang-kejang, ibu itu segera membuka semua pakaian anaknya agar si anak dapat bernapas dengan leluasa.
la lantas memasukkan gagang sendok yang telah dibalut saputangan bersih ke dalam mulut anaknya agar jalan napas, si anak terbuka dan lidah anak itu tidak tergigit sewaktu kejang.
Baca Juga : Hati-hati! Demam Adalah 1 dari 6 Gejala Awal Leukemia Seperti yang Diderita Anak Denada
Untuk menurunkan suhu badan, si anak "dimandikan" (diseka) dengan alkohol berkadar 70% (menurut dokter, kalau tak ada alkohol, bisa juga kepala anak dikompres dengan air dingin atau es, atau diberi obat penurun panas).
Kejang-kejang akibat suhu meninggi itu banyak dikenal dengan sebutan stuip. Apabila anak menderita kejang pertama kali, biasanya orang tuanya cemas sekali.
Memang ada alasannya dan seyogyanya anak segera dibawa ke dokter, lebih-lebih kalau anak berumur kurang dari 6 bulan atau di atas 4 tahun.
Kejang merupakan gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dari yang bersifat ringan seperti radang tenggorokan sampai yang berat seperti radang otak, tumor otak dsb.
Baca Juga : Selama Ini Pendapat Anda Salah, Demam Bukanlah Penyakit! Begini Cara Penanganan yang Tepat
Namun, yang paling sering dijumpai pada anak-anak adalah kejang demam sederhana seperti yang dialami oleh anak dari ibu muda tadi.
"Lima puluh persen anak yang mengalami serangan kejang pertama pada umur di bawah lima tahun menderita kejang demam sederhana," demikian dr. Tatang Kustiman Samsi, dokter spesialis anak dari RS Sumber Waras, Jakarta.
Ada dua macam
Ada dua golongan kejang demam, yaitu kejang demam sederhana dan kejang yang timbul pada anak yang memang memiliki penyakit epilepsi (ayan). Kejang pada penderita epilepsi ini bisa muncul antara lain karena adanya serangan demam.
Baca Juga : Sedang Demam? Cobalah Konsumsi 4 Buah di Bawah Ini, Sebab Ia Bisa Bantu Turunkan Demam Anda
Epilepsi ini terjadi lebih banyak karena faktor keturunan, meski sampai saat ini belum diketahui bagaimana cara penurunannya.
"Kadang-kadang sulit dibedakan apakah anak mengalami kejang karena demam ataukah epilepsi," demikian dr. Tatang. Untuk mengetahuinya memerlukan pemeriksaan dokter lebih lanjut.
Pada umumnya kejang demam (sederhana) sering timbul pada anak berusia 6 bulan — 4 tahun.
Kejang yang dialami oleh anak di bawah 6 bulan, sering disebabkan oleh trauma kelahiran, termasuk karena kekurangan oksigen pada bayi baru lahir, perdarahan otak atau kelainan otak bawaan.
Baca Juga : 6 Gejala Sederhana Ini Bisa Menjadi Tanda Anda Terkena Leukemia, Salah Satunya Sering Demam!
Kejang pada anak di atas usia empat tahun lebih sering disebabkan oleh epilepsi, kerusakan otak, infeksi otak, sementara infeksi akut di luar otak kian jarang menjadi penyebabnya.
Timbulnya serangan kejang demam adalah akibat terjadinya kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat. Kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan kejang ini bisa tinggi atau hanya 38°C saja.
Naiknya suhu tubuh biasanya disebabkan karena infeksi di luar susunan saraf pusat (otak) seperti radang tonsil (amandel), radang telinga bagian tengah, bronkitis, bisul dan kadang-kadang karena mencret akibat virus.
Mengapa seorang anak mengalami kejang bila demam menyerang, sedangkan anak lain tidak, hingga kini belum dapat diterangkan dengan jelas.
Baca Juga : Gara-gara ‘Demam’ Ini, Jutaan Ponsel Android ‘Hang’ Tiap Pagi di India
Banyak teori diajukan, di antaranya menyatakan bahwa ambang rangsang kejang secara iridividu berbeda pada tiap anak, dan ambang rangsang ini menurun bila suhu tubuh meninggi.
Jadi seorang anak akan mengalami kejang atau tidak tergantung pada tinggi rendahnya ambang rangsang kejang.
Akibat "kortsluiting"
Untuk mempertahankan fungsi dan kelangsungan hidupnya, sel otak memerlukan energi, terutama berasal dari hasil pembakaran glukosa oleh oksigen yang berasal dari paru-paru.
Baca Juga : Sakit Perut, Muntah Hingga Demam Setelah Makan Sushi, Mungkin Ada Cacing Parasit yang Termakan
Pada keadaan demam kenaikan suhu tubuh sebesar 1°C akan menyebabkan kenaikan metabolisme basal sebanyak 10 — 15%, sementara itu kebutuhan oksigen pada otak naik sebesar 20%.
Pada anak kecil (kurang lebih 3 tahun) aliran darah ke otak mencapai 65% dari aliran seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Dengan demikian pada anak-anak, kenaikan suhu tubuh lebih mudah menimbulkan gangguan pada metabolisme otak.
Ini akan mengganggu keseimbangan sel otak yang dapat menyebabkan terjadinya lepas muatan listrik yang akan menyebar ke seluruh jaringan otak. Akibat terjadinya "kortsluiting" inilah anak menjadi kejang-kejang.
Serangan kejang biasanya timbul pada 16 jam pertama setelah kenaikan suhu tubuh dan biasanya pula kejang berlangsung kurang dari 10 menit. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan pada umumnya akan berhenti dengan sendirinya setelah mendapat pertolongan pertama.
Baca Juga : Duh, Cara Menangani Demam yang Selama Ini Kita Lakukan Ternyata Bisa Berakibat Fatal
Setelah kejang berhenti anak dengan cepat menjadi normal kembali, walaupun kadang-kadang untuk sesaat anak tidak memberikan reaksi apa pun dan tampak mengantuk. Setelah beberapa menit anak terbangun dan sadar kembali.
Yang berbahaya dan yang tidak
"Dokter, apakah kelak anak saya akan menderita epilepsi?" demikian ibu muda tadi bertanya kepada dokter. Ternyata setelah dilakukan pemeriksaan saksama oleh dokter, anak itu kejang karena demam akibat tenggorokannya meradang.
Memang, kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) dapat mengakibatkan kerusakan otak. Bila kerusakan itu terjadi pada otak daerah temporalis (kanan-kiri pelipis), ini dapat menjadi pusat terjadinya serangan epilepsi spontan di kemudian hari.
Baca Juga : Perjuangan Ayu Aniari Menyelamatkan Suaminya yang Epilepsi Tercebur Sumur
Kejang juga bisa berakibat fatal bila berlangsung lama dan terus-menerus, sebab hal ini dapat mengganggu peredaran darah ke otak, terjadinya kekurangan oksigen, keseimbangan air dan elektrolit dengan akibat terjadinya oedema (pembengkakan) otak. Oleh sebab itulah pertolongan dokter perlu lekas diminta.
Akan tetapi pada umumnya kejang demam yang berlangsung dalam waktu singkat sama sekali tidak menimbulkan kerusakan otak yang dapat membahayakan jiwa anak, dan juga tidak meninggalkan gejala sisa, seperti mental anak jadi terbelakang (retardasi mental), kelainan kecerdasan atau cerebral palsy (kelumpuhan otak).
Apabila kejang demam kemudian disusul dengan terjadinya kejang tanpa demam (epilepsi), kemungkinan terjadinya retardasi mental menjadi lima kali lebih besar daripada anak yang hanya mengalami kejang demam sederhana.
Berbeda dengan anak yang memang mengidap epilepsi, anak yang pernah mengalami kejang demam tidak akan terserang kejang lagi setelah berusia 4 — 6 tahun.
Baca Juga : Gadis 2 Tahun Ini Bertahan Walau Tidak Bisa Makan, Berjalan, Melihat, Bahkan Sering Kejang
Dari hasil penelitian diketahui kemungkinan kejang terulang kembali pada anak berusia kurang dari 13 bulan sebesar 30% untuk anak laki-laki, sedangkan untuk anak perempuan lebih besar lagi, yaitu 50%.
Pada anak berusia 13 bulan — 3 tahun dengan anggota keluarganya pernah mengalami kejang, kemungkinan berulangnya sebesar 50%, sementara anak yang keluarganya tidak ada yang pernah mengalami kejang kemungkinannya hanya 25%.
Biasanya perulangan ini terjadi pada 6 bulan pertama setelah serangan kejang yang terakhir.
Usaha pencegahan
Baca Juga : Hari Demam Berdarah Dengue: Bukan 3M, Warga Flores Punya Cara Sendiri untuk Menangkal Demam Berdarah
Untuk mencegah agar anak tidak menjadi kejang, yang terpenting, menurut dr. Tatang, adalah secepat mungkin menurunkan suhu badan anak atau mencegah agar anak yang sedang menderita sakit, panas badannya ndak meninggi, misalnya dengan mengompres kepala anak atau memberi obat penurun panas.
Untuk mengurangi kemungkinan terserang kejang demam sederhana, bisa juga anak diberi obat pencegah kejang terutama kepada anak-anak yang pernah mengalaminya, mengingat kejang demam bisa muncul lagi.
Obat yang terdiri atas obat antikejang dan penurun panas itu diberikan pada saat anak menderita demam saja.
Obat ini biasanya berupa phenobarbital atau diazepam yang diperoleh dari dokter. Namun, obat ini tidak sepenuhnya menjamin anak tidak akan terserang kejang, sebab kejang demam sederhana baru timbul pada 16 jam pertama setelah terjadi demam dan juga kejang dapat timbul meskipun suhu tubuh tidak terlalu tinggi.
Baca Juga : Anak Demam? 'Rendam' dengan Air Hangat!
Jadi meskipun anak sudah diberi obat antikejang, ada kemungkinan anak tetap terserang. Obat ini sebaiknya tidak diberikan lagi setelah anak berusia sekitar empat tahun, karena kemungkinan timbulnya kejang demam lagi sangat kecil.
Tidak selamanya kenaikan suhu tubuh pada anak diikuti kejang, lebih-lebih pada anak yang belum pernah mengalami kejang demam dan atau tidak ada anggota keluarganya pernah terserang kejang demam. Karena itu anak ini tak perlu diberi obat antikejang.
Berbeda dengan kejang demam sederhana, anak yang ternyata mengidap epilepsi atau mengalami kelainan saraf, seperti retardasi mental atau kelumpuhan otak, perlu diberi obat antikejang setiap hari dalam waktu lama (profilaksi jangka panjang) untuk mencegah timbulnya kejang.
Bagaimanapun tindakan pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Namun, lebih sempurnalah apabila setelah mengalami kejang, anak lekas dibawa ke dokter untuk melacak lebih jauh apakah di balik kejang itu anak mengidap penyakit yang berbahaya atau tidak. (Al. Heru)
Baca Juga : Kondisi-kondisi yang Harus Diwaspadai Orangtua ketika Si Kecil Demam