Advertorial
Intisari-Online.com - Selain memesan untuk didoakan, orang Indonesia juga kerap kali memesan untuk dibawakan oleh-oleh kepada para jemaah haji.
Padahal, sudah jelas-jelas tujuan mereka berangkat ke Tanah Suci adalah untuk beribadah, bukan untuk direpotkan dengan oleh-oleh.
Belum lagi kondisi tak terduga seperti memang tak sempat atau uang yang sudah tak cukup untuk membeli oleh-oleh.
Nah, kalau sudah begini, biasanya jemaah haji akan menuju suatu tempat yang menyediakan oleh-oleh khas Arab Saudi, tapi letaknya ada di Indonesia, tepatnya di Tanahabang.
Lagi pula, bisa jadi orang yang diberi oleh-oleh juga tidak akan bertanya “Ini oleh-oleh beneran dari Arab Saudi?”
(Baca juga: Hebat! Jadi Jemaah Haji Tertua, Baiq Mariah yang Berusia 104 Tahun dapat Perlakuan Khusus Kerajaan Saudi)
Seperti apa lika-liku bisnis oleh-oleh luar negeri di Tanahabang?
Yuk, simak artikel berjudul “Oleh-oleh Mancanegara Rasa Tanahabang” yang ditulis oleh Chatarina Komala di Majalah Intisari edisi Januari 2015.
---
“Musim haji” memang sudah lewat. Namun, satu area yang terletak di bagian belakang Pasar Blok B Tanah Abang, Jakarta Pusat, belum kehilangan gairahnya.
Satu per satu pengunjung terlihat mendatangi beberapa kios berukuran 2x3 m. Dari kejauhan, seorang wanita paruh baya berjilbab merah marun mendatangi satu kios.
Setelah tawar-menawar, ia membawa pulang sekantung kurma seharga Rp45 ribu per kilo.
“Meskipun musim haji sudah lewat, masih banyak orang yang ke sini untuk membeli kurma atau obat-obat herbal. Jenis minyak herbal pun juga biasanya dibeli untuk konsumsi sendiri,” tutur Arti Ratnasandi, 43 tahun, salah seorang pedagang oleh-oleh haji.
“Umumnya, mereka juga sudah tahu manfaat baik kurma dan obat herbal. Jadi selain untuk oleh-oleh, orang juga membeli untuk konsumsi pribadi.”
Arti mengakui, bisnis oleh-oleh haji kian dianggap sebagai salah satu peluang bisnis yang menjanjikan.
Peminat maupun pedagangnya menjamur di beberapa daerah.
(Baca juga: Foto-foto saat Dua Juta Muslim dari Seluruh Dunia Berkumpul di Gunung Arafah Ini Bikin Merinding)
Tanah Abang, menjadi salah satu pusat oleh-oleh haji yang terbesar.
“Apalagi saat ini banyak orang yang sudah mulai Umroh. Jadi, kita menyiapkan oleh-olehnya di sini, karena di sana mereka tidak bisa membawa banyak,” Arti menambahkan.
Di sisi lain, membawa oleh-oleh dari Tanah Suci sendiri bukanlah perkara mudah.
Terbatasnya kargo dan bagasi pesawat, belum lagi soal peraturan baru yang membatasi air zam-zam.
Untuk tentengan air zam-zam misalnya, permintaannya bahkan bisa berkilo-kilo jumlahnya.
Padahal, si jamaah haji bertujuan untuk beribadah, bukan direpotkan dengan oleh-oleh.
Ada beragam jenis oleh-oleh yang tersedia.
Kita bisa menemukan kurma, peralatan salat, kacang almon, tasbih, suvenir boneka unta, hingga air zam-zam.
Ada pula paket oleh-oleh yang dikemas dalam satu kotak.
Biasanya, berisi kacang-kacangan khas Arab, kurma, kismis, dan tasbih yang dihargai mulai dari Rp25 ribu per kotak.
Untuk jenis oleh-oleh seperti kurma dan air zam-zam, diimpor langsung dari Mekkah.
Sementara sisanya dari Tiongkok, Taiwan, Amerika Serikat, bahkan dalam negeri.
Semuanya dibeli melalui tangan importir.
Soal harga, jenis oleh-oleh yang dibanderol relatif sama.
Kurma misalnya, dipatok antara Rp45 ribu hingga Rp200 ribu per kg.
Sementara boneka unta, berkisar Rp70 ribu hingga 400 ribu sesuai ukuran.
Kalau bicara omzet, menurut Arti, berkisar Rp400 ribu hingga Rp2 juta per hari, sesuai musim.
Di musim haji, omzet bahkan bisa naik berkali lipat, hingga mencapai Rp10 juta per hari.
Di Indonesia, buah tangan dari Mekkah kini bisa didapatkan di banyak tempat.
Jika dahulu toko oleh-oleh haji hanya bisa ditemui di dekat Pintu Timur Pasar Blok A, Tanah Abang, Jakarta Pusat, saat ini, kita bisa menemukan toko oleh-oleh haji diBlok B, Blok C, dan Blok F. Tak jauh dari pasar Tanah Abang, kita juga bisa menemukan toko oleh-oleh haji di pusat perbelanjaan Thamrin City, lantai 3 A.
“Di banyak daerahsekarang juga sudah ada. Jadi lebih mudah. Permintaannya sendiri lebih banyak,” tutur Arti.
Peka melihat peluang
Meski tergolong baru, bisnis oleh-oleh luar negeri punya peluang yang menjanjikan.
Apalagi, jumlah wisatawan Indonesia yang berkunjung ke luar negeri terus meningkat.
Dilansir dari Tempo.co (25 Maret 2014), pada 2013 saja, jumlah wisatawan yang melancong ke mancanegara mencapai 8,7 juta orang atau naik 7%, bila dibandingkan dengan tahun 2012.
Di Indonesia, kita juga bisa menjumpai beragam toko yang menjual suvenir khas luar negeri, baik berupa toko online maupun toko offline.
Barang yang dijual pun beragam, mulai dari kaos, gantungan kunci, hiasan ruang tamu, magnet kulkas, patung, hingga replika ikon negara—dengan harga yang beragam pula tergantung kualitas dan ketersediaan stok.
Untuk jenis oleh-oleh haji, Arti mengaku, walau hanya “ramai” saat musim haji, hingga kini bisnisnya tak pernah mati.
Arti yang sudah berjualan sejak tahun 2006 ini mengungkap, setidaknya, ada dua musim ketika pemasukan terbesar masuk ke kantongnya: bulan Ramadan dan musim haji.
“Di luar itu, orang akan datang membeli kurma dan obat-obat herbal untuk konsumsi pribadi. Jadi, pemasukan terus mengalir, meskipun tidak sederas musim haji,” katanya.
Sementara itu Chaerulah Mukmin meyakini bisnisnya dapat terus bertahan.
Selama ada kerja keras, kemauan untuk belajar, serta kepekaan melihat peluang, bisnisnya akan terus berjalan.
“Saya ingat, saya keluar kerja kantoran untuk membuka angkringan di Depok. Pada akhirnya saya gagal karena tidak punya pengalaman. Usaha kedua, saya bisnis sablon kaos oleh-oleh Garut dan bangkrut. Seiring waktu, saya belajar sama pengalaman, dan alhamdulillah, sekarang saya sampai di sini,” tutur dia.
Label Luar, Produksi Lokal
Tidak semua jenis oleh-oleh berasal dari negeri asalnya.
Banyak barang, apalagi model suvenir yang biasanya diimpor dari negara lain, seperti Tiongkok atau Taiwan.
Alasannya, karena umumnya harga barang asal lebih mahal.
Untuk oleh-oleh haji misalnya.
Biasanya, hanya kurma dan air zamzam yang langsung diimpor dari Mekkah.
Sementara, suvenir lain seperti boneka unta atau gelas hias, dipasok dari Tiongkok.
Untuk jenis makanan lain, seperti kacang pistachio malah berasal dari Amerika Serikat.
“Kalau obat-obatan herbal, bahan bakunya dari Arab, tapi diproses dan dibuat di Indonesia,” kata Arti.
Chaerulah Mukmin mengakui, umumnya pelanggan tahu baju kaosnya diproduksi di Indonesia.
Hanya saja, label dan logonya sendiri dibuat seperti berasal dari Singapura, atau negara-negara yang diminta oleh konsumen.
Sama sekali tidak ada tulisan made in Indonesia atau keterangan buatan Indonesia.
“Dari sini, akhirnya terbangun persepsi si pembeli, titipan suvenir sebenarnya tidak harus mutlak dibeli dari luar negeri. Toh, pada akhirnya barangnya pun bisa didapat dan dibeli di Indonesia,” tutur dia.
Adapun ia memberi syarat.
Bila ada pemesanan dalam jumlah banyak, konsumen harus memperkirakan waktu pergi dan pulang mereka.
Jarak waktu, sebaiknya dua minggu.
“Biasanya, kalau orang mau order banyak ya dengan syarat itu. Sebelum berangkat, dia harus mengabarkan ke kita kapan pulangnya, kalau waktunya cukup, ya diambil,” katanya.