Advertorial

Mengenal Badong, Sabuk Kesucian untuk Menjaga Keperawanan Sekaligus Anti Perselingkuhan

Ade Sulaeman

Editor

Intisari-Online.com – Dalam musim gugur tahun 1987 saya mengadakan tur ke Eropa. Salah satu tujuannya adalah Venesia.

Ditemani seorang pemandu wanita, saya melewati lorong-lorong bersejarah dan kanal yang tak terhitung banyaknya.

Saya masuk ke kamar-kamar megah dari istana Doge (pangeran) yang sekarang dijadikan museum.

Kemegahan yang diwujudkan oleh artis-artis Venesia pada waktu itu tercermin pada lukisan-lukisan yang besar, hiasan dinding dan atapnya.

Semuanya bernafaskan keagamaan.

Suatu saat si pemandu mengajak kami ke sebuah ruang sempit yang mempunyai jendela-jendela kecil. Pintunya pun hanya cukup untuk satu orang.

Tempat ini ternyata pernah berfungsi sebagai penjara. Orang yang di penjara di tempat ini sulit untuk meloloskan diri.

Namun menurut pemandu itu, Casanova yang pernah mendekam disini, sempat lolos.

Kemudian sampailah saya di ruang, tempat dipamerkan senjata tajam dan tameng bagi para panglima perang.

Di situ terdapat "klewang", tombak, panah, dan senapan lantakan berbagai model.

Ada sebuah rakitan dari pita besi dan gelang-gelang yang berantai, seperti tameng untuk perut bawah, melewati kemaluan, ke belakang lewat pantat ke pinggang, di mana kerangka itu diikatkan pada sabuk yang melingkari perut.

Benda ini diperuntukkan bagi para istri yang ditinggal perang agar tidak menyeleweng.

Di belakang sabuk ini terdapat kunci yang dibawa oleh suaminya.

Awal tahun 1990 ini, ketika mengunjungi Museum Keraton Mangkunegaran, Surakarta, saya melihat benda yang berfungsi sebagai pengaman seperti di atas, ternyata juga tersimpan di sana.

Namanya "badong" atau sabuk kesucian.

Fungsinya bukan sebagai pengaman kesetiaan, tetapi untuk pengaman keperawanan putri-putri dan kerabat sang ratu.

Benda yang didisain untuk menutupi dan melindungi kemaluan sang putri ini, terbuat dari perak atau emas lempengan tempa dan dihiasi dengan ukiran yang indah.

Cara memakainya, dikaitkan ke pinggang dengan rantai kecil. Dalam perkembangannya "badong" hanya sekedar alat seremonial. (Prof. Dr. RM. Soelarko)

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 1990)

Artikel Terkait