Advertorial
Intisari-Online.com – Ada statistik yang bisa menjadi pertanda buruk, di Asia ada sekitar 100 juta lebih banyak pria daripada wanita.
Angka tersebut terlihat paling besar di China dan India.
Namanya juga ketidakseimbangan alias ketimpangan. Sudah pasti menimbulkan masalah. Entah ketidakefisienan ekonomi, sedikit jumlah perkawinan, sampai tingginya angka kejahatan.
(Baca juga:Brilian, Emma Watson Menangkan Penghargaan Akting Tanpa Gender Pertama di MTV)
Di desa Jhajjar, sebelah barat New Delhi di Negara Bagian Haryana, rasio kelahiran anak laki-laki tidak wajar.
Dalam sensus 2011, desa Jhajjar memiliki 67.380 anak laki-laki dan 52.671 anak perempuan berusia nol sampai enam tahun. Atau 128 anak laki-laki per 100 anak perempuan.
Sebagian penduduk mengatakan bahwa mereka lebih suka anak laki-laki.
“Semua orang menginginkan anak laki-laki,” kata seorang pria berusia 43 tahun dengan dua putra remaja.
“Gadis-gadis pergi ke keluarga lain setelah menikah. Jadi mereka tidak akan merawat kami di masa depan.”
Bahkan dia mengenal seseorang yang “mengakhiri” kehamilannya setelah tahu anak yang ia kandung adalah perempuan.
Tidak heran aborsi sangat umum terjadi di Asia.
(Baca juga:Toko Ini Memberi Pajak 7% Hanya Kepada Pria untuk Mengkampanyekan Kesetaraan Gender)
Masalah lain, mas kawin terlalu mahal. Kadang menghabiskan biaya lebih dari satu keluarga dalam satu tahun.
“Anak perempuan harganya mahal dan kontribusinya terhadap keluarga tidak besar. Itulah alasan lain untuk memilih anak laki-laki,” ucap Yuiko Nishikawa, seorang profesor demografi India di Univesitas Josai Jepang.
“Kelebihan laki-laki” juga menyebar di seluruh Asia, khususnya di China dan Vietnam.
Menurut PBB, ada 2,24 miliar pria di Asia dan Timur Tengah pada tahun 2015, dibandingkan dengan populasi wanita 2,14 miliar.
Kesenjangan populasi ini membengkak hingga 70% sejak 1985.
Menurut perkiraan Organisasi Perburuhan Internasional, tingkat partisipasi tenaga kerja untuk perempuan adalah 27% pada 2014, jauh di bawah rata-rata global sebesar 50%.
“Wanita produktif, namun produktivitas mereka tidak dikomersialisasikan,” kata Mriganka Dadwal, pendiri sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Delhi.
Sementara di China, ketidakseimbangan gender antara 106,2 pria per 100 wanita pada 2015.
Akibatnya tingkat kejahatan dan kekerasan meningkat seiring dengan rasio jenis kelamin pria dan wanita berusia 16 sampai 25 tahun.
(Baca juga:Laki-laki Playboy dan Misoginis Cenderung Mudah Mengalami Masalah Mental)
Masalah lain, ketidakseimbangan gender ini akan membuat beberapa pria tidak bisa menikah, mengakibatkan peningkatan keluhan, kejahatan seksual, anak perempuan diculik, sampai perdagangan manusia.
Asosiasi Hak Asasi Manusia Kamboja mengatakan mereka menerima 15 keluhan tahun lalu tentang wanita Kamboja yang diperdagangkan ke China untuk tujuan pernikahaan.
Padahal perdagangan manusia, termasuk ke China untuk tujuan pernikahan, mengurangi sumber daya manusia di Kamboja dan menghambat kemampuan masyarakat untuk berkonstribusi secara positif terhadap pembangunan negara.
“Perdagangan perempuan dan anak perempuan sering mengalami pelanggaran hak asasi manusia. Termasuk dipukuli, diperkosa, sampai kerja paksa,” ucap Chhan Sokunthea, kepala bagian organisasi untuk hak perempuan dan anak-anak.
Selain itu, banyak korban yang dipulangkan mengalami diskriminasi di sekitar rumah mereka.
Di Vietnam sama saja. Ketidakseimbangan gender meningkat menjadi 112,8 anak laki-laki per 100 anak perempuan 2015.
Anak laki-laki diharapkan untuk tinggal bersama orangtua mereka dan merawat mereka di masa tua. Lalu mereka juga harus mengikuti ritual keagamaan setelah orangtua mereka meninggal.
(Baca juga:Jadi Tersangka Kasus Pelecehan Seksual, Seorang Guru di Balikpapan Gantung Diri)
Sebagai imbalan atas itu semua, anak laki-laki biasanya mewarisi harta utama keluarga.
Sementara itu ketidakseimbangan gender laki-laki ini tidak terlihat di beberapa negara berkembang, seperti Thailand, Indonesia, dan Filipina.
Namun karena perubahan demografis di India, China, dan Vietnam, yang mencakup sekitar 60% populasi Asia, statistik ini memiliki dampak yang besar untuk wilayah lainnya.